Reporter: Anastasia Lilin Y |
JAKARTA. Terdakwa kasus korupsi dalam perkara penjualan gula putih, Ranendra Dangin mengaku mengeluarkan duit dari kocek pribadinya untuk menalangi duit yang kadung dibagi-bagikan kepada sejumlah Direksi PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan Tim Rampung. Pernyataan ini disampaikan Ranendra dalam sidang pemeriksaan dirinya di engadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (25/05).
Ranendra yang mantan Direktur Keuangan RNI tahun 2002 sampai 2004 ini mengaku bersama dengan Agus Subekti yang merupakan Ketua Tim Rampung RNI berinisiatif mengembalikan dana yang disebut sebagai dana cadangan ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Mei 2008. Pengembalian dilakukan pasca ada pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Lantaran Agus terjerat kasus narkoba dan mesti menjalani proses hukum, Ranendra mengaku mesti melakukan pengembalian sendiri. Ranendra dan Agus adalah dua orang yang mempunyai kuasa untuk mencairkan dana yang disebut dengan dana cadangan karena rekening tabungan dibikin atas nama mereka berdua.
Seperti dikatakan oleh Ranendra dalam persidangan bahwa dirinya ditugaskan oleh Direktur Utama RNI, Rama Prihandana untuk membikin tiga buah rekening. Ketiga rekening Bukopin itu disebut dengan rekening biaya pengurusan pajak cacat, rekening biaya distribusi dan rekening Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI).
Jumlah dana yang tersimpan dalam rekening pengurusan pajak cacat sebesar Rp 3,4 miliar sedangkan dana yang tersimpan dalam rekening biaya distribusi sebesar Rp 974 juta. Uang yang ada di dua rekening ini kemudian dicairkan oleh Ranendra dan Agus atas perintah lisan Rama.
Duit lalu dibagi-bagikan kepada seluruh Direksi RNI dan Tim Rampung sebagai bonus. Bonus yang dibagikan tersebut dalam wujud Travel Check. Rama selaku Dirut mendapat duit paling banyak yakni Rp 300 juta. Jajaran Direksi RNI dan anggota tim mendapat uang secara bervariasi. Antara Rp 100 juta sampai Rp 250 juta. Ranendra sendiri mengku mereguk Rp 250 juta. Setelah duit dibagi-bagikan, tersisa uang sebesar Rp 1 miliar.
Duit sisa Rp 1 miliar inilah yang kemudian menurut Ranendra dicairkan dengan kesepakatan Agus yang diwakili pengacaranya karena dia sedang terbelit kasus hukum lain. Ditambah dengan duit Rp 250 juta yang dia reguk plus pengembalian duit dari beberapa anggota tim lain. "Karena yang mengembalikan duit cuma dua orang maka sisa kurangan duitnya, saya yang menalangi pakai duit tabungan pribadi saya," aku Ranendra.
Sayang Ranendra tak menjelaskan lebih lanjut alasan dirinya melakukan pengembalian tersebut. Kuasa hukumnya, Ainudin pun menolak saat dimintai konfirmasinya. "Biar Pak Ranendra yang memberitahu saja nanti karena saya tak pernah tahu alasannya," kata Ainudin.
Sementara Jaksa Penuntut Umum KPK, Zet Todung Alo mengaku tak tahu-menahu perihal duit talangan yang diakui Ranendra dirogoh dari kantongnya sendiri. "Pernyataan itu baru muncul dalam persidangan hari ini makanya nanti akan kita telusuri lebih lanjut," katanya.
Masih berkaitan dengan tiga rekening yang dikatakan Ranendra dibikin atas perintah lisan dari Rama, ada rekening APTRI. Duit yang masuk ke rekening ini adalah duit yang disisihkan sebanyak Rp 5 per satu kilogram (kg) gula yang diimpor. Menurut Zet, ini adalah proses yang biasa dilakukan oleh BUMN karena duitnya nanti diperuntukkan bagi esejahteraan para petani tebu.
Berdasar keterangan Ranendra, duit yang masuk ke dalam rekening ini berjumlah Rp 3 miliar lebih. Dalam pernyataannya di persidangan, Ranendra menyebutkan ada duit sekitar Rp 200 juta yang digunkanan untuk biaya kunjungan Presiden Megawati pada tahun 2003.
Lagi-lagi mengenai hal ini kuasa hukum Ranendra, Ainudin enggan berkomentar. Sidang yang dipimpin oleh Martini Marjapun akhirnya ditunda dan akan dilanjutkan pada Senin depan pda pukul 10.00 WIB.
Ranendra dianggap bersalah karena melakukan pencairan dana keuntungan hasil penjualan gula kristal putih impor antara PT RNI dan Perum Bulog senilai Rp 974 juta. Dia juga diduga juga telah melakukan pemindahbukuan dana pengurusan dokumen pajak cacat dari rekening PT RNI sebesar Rp 3,4 miliar. Perbuatan itu dilakukan Ranendra dalam kurun waktu Desember 2003 sampai Januari 2004.
Pria yang kini menjabat sebagai Direktur Personalia PT Angkasa Pura Satu ini diduga melanggar pasal 3 Undang-undang no 31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-undang no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pindan Korupsi. Atas dugaan pelanggaran ini, dia terancam hukuman penjara 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News