Reporter: Kurnia Dwi Hapsari, | Editor: Edy Can
JAKARTA. Rencana pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan menunjukkan titik terang pada Rabu (2/3) mendatang. Ketua Tim Kajian Dampak Pembatasan BBM Bersubsidi Anggito Abimanyu berencana mengumumkan hasil kajian pada saat itu.
"Kami masih ada rapat pleno. Kajian bisa diketahui 2 Maret," katanya saat dihubungi KONTAN, Senin (28/2).
Hingga saat ini, pemerintah masih gamang menerapkan rencana itu. Rencananya, pemerintah akan menerapkan kebijakan itu pada 1 April mendatang.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pembatasan konsumsi BBM subsidi sebaiknya ditunda karena kenaikan harga minyak mentah dunia. Selain itu, pemerintah juga berdalih pembatasan itu belum didukung infrastruktur yang memadai.
Namun, jika penerapan BBM subsidi ditunda maka akan terjadi pembengkakan subsidi. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita mengaku sudah menghitung nilai kerugian namun enggan menyebutkan angkanya.
“Perkiraan awal untuk kebutuhan BBM tahun ini 42,2 juta kiloliter, sementara kuota di APBN 38,5 juta kiloliter. Berarti ada selisih 3,7 juta kiloliter. Makanya, kami upayakan supaya tidak terjadi pembengkakan, ”pungkas Evita usai pelantikan pejabat eselon II ESDM.
Evita mengusulkan, salah satu cara agar tidak terjadi pembengkakan yaitu dengan sosialisasi ke kendaraan umum dengan menunjukkan nilai oktan yang dibutuhkan setiap kendaraan. Menurutnya, kendaraan produksi di atas tahun 1999 kurang baik menggunakan oktan 88 (Premium). "Makanya kami akan kampanyekan secara besar-besaran agar kendaraan tersebut menggunakan oktan number 92 (Pertamax),” tambahnya.
Adapun uji coba pemasangan stiker barcode subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada angkutan umum di Jakarta beberapa waktu lalu, menurutnya hanya sebuah evaluasi agar kendaraan plat kuning di data resmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News