Reporter: Benedictus Bina Naratama, Fahriyadi | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang sempat melemah tajam menimbulkan kekhawatiran pelaku usaha jasa konstruksi atawa kontraktor. Terutama, kontraktor yang sedang menggarap proyek-proyek pemerintah.
Untuk itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) berencana mengusulkan kenaikan alias eskalasi nilai kontrak proyek konstruksi kepada Kementerian Keuangan dalam waktu dekat. "Kami sedang menunggu surat resmi dari para asosiasi kontraktor terkait dampak pelemahan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini," kata Hediyanto W. Husaini, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian PU-Pera, akhir pekan lalu.
Permintaan eskalasi nilai kontrak ini berlaku untuk pengerjaan proyek tahun jamak atau multiyears contract. Menurut Hediyanto, dengan nilai tukar rupiah yang mendekati Rp 13.000 per dollar AS, pasti menimbulkan dampak bagi kontraktor proyek pemerintah. Sebab, sejumlah multiyears contract yang diteken tahun lalu umumnya masih memakai acuan kurs Rp 10.000 per dollar AS.
Pelemahan rupiah tahun lalu dari Rp 10.000 per dollar AS ke Rp 12.000 sudah mendongkrak harga material impor, seperti aspal, besi, baja, dan beton, sekitar 11%. Sedang pelemahan rupiah yang mendekati Rp 13.000 per dollar AS tahun ini mengerek pengeluaran kontraktor sekitar 7%. "Eskalasi yang akan diajukan, akumulasi dari pelemahan rupiah tahun lalu yang belum dibayarkan kepada kontraktor," ujar Hediyanto.
Meski pemerintahan sebelumnya bergeming, tak mau mengganti kerugian kontraktor akibat pelemahan rumiah tersebut, Hediyanto memastikan, Kementerian PU-Pera akan mengajukan kembali ke pemerintahan saat ini. Soalnya, pemerintah berkewajiban melindungi kontraktor dan jangan dibiarkan menanggung resiko fiskal sendirian.
Rugi hingga 40%
Iskandar Z. Hartawi, Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi), menuturkan, permintaan eskalasi nilai kontrak dari para kontraktor ini merupakan sesuatu yang wajar. Sebab, harga sejumlah bahan material konstruksi melambung tinggi, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bulan lalu. Tambah lagi, rupiah melemah tajam pada bulan ini.
Menurut Iskandar, banyak kontrak pekerjaan konstruksi yang disepakati belum memperhitungkan kenaikan harga BBM dan pelemahan rupiah. "Kenaikan harga BBM saja sudah pasti menaikkan pengeluaran, dan masih harus ditambah dengan nilai tukar rupiah yang anjlok cukup dalam, sehingga kami minta eskalasi nilai kontrak," katanya.
Iskandar memprediksikan, kerugian yang dialami oleh kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek pemerintah bisa mencapai 30% hingga 40% dari nilai kontrak lama. Pastinya, kerugian yang besar ini bisa berdampak luarbiasa bagi para kontraktor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News