kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Program PEN, ekonom Bank Permata: Dana restrukturisasi industri padat karya rendah


Minggu, 12 Juli 2020 / 23:08 WIB
Program PEN, ekonom Bank Permata: Dana restrukturisasi industri padat karya rendah
ILUSTRASI. Salah satu kompleks industri.


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menjalankan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) guna merespon dampak pelemahan ekonomi yang berlanjut akibat pandemi corona (Covid-19). Salah satunya juga untuk pembiayaan korporasi dengan anggaran Rp 53,57 triliun dari total Rp 695,20 triliun untuk program PEN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam live conference Kamis (9/7) lalu, anggaran APBN untuk pembiayaan korporasi juga telah memiliki porsi masing-masing. Di antaranya yang pertama adalah penempatan dana untuk restrukturisasi Padat Karya sebesar Rp 3,42 triliun.

Baca Juga: Berikut rincian porsi Anggaran APBN dalam program PEN untuk pembiayaan korporasi

Kedua untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) dengan total Rp 20,50 triliun yang terbagi sebagai berikut PT Hutama Karya Rp 7,5 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Rp 6 triliun, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Rp 1,5 triliun, Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Rp 0,5 triliun dan PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) Rp 5 triliun.

Ketiga untuk talangan investasi untuk modal kerja sebesar Rp 29,65 triliun yang terbagi menjadi Garuda Rp 29,65 triliun, Kereta Api Indonesia (KAI) Rp 3,5 triliun, PT Perkebunan Nusantara Rp 4 triliun, Krakatau Steel Rp 3 triliun, Perumnas Rp 0,65 triliun, dan PPA Rp 10 triliun.

Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, jika melihat dalam pemberian stimulus dalam Program Pemulihan Ekonomi, dari sisi bantuan untuk sisi penawaran (supply side), pemerintah menganggarkan sebesar total Rp169,97 triliun untuk korporasi.

Anggaran itu termasuk untuk pelonggaran PPh dan PPN, Penanaman Modal Negara (PMN), penempatan dana untuk restrukturisasi, investasi untuk modal kerja, serta stimulus lainnya untuk berbagai korporasi yang terdampak.

Dari proporsinya, Josua melihat, pemerintah cenderung memprioritaskan perusahaan-perusahaan BUMN dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan swasta lainnya dalam pemberian stimulus ini.

Baca Juga: Kemenkeu: Subsidi bunga UMKM ntuk meringankan beban pelaku usaha

“Dalam hal ini, seharusnya pemberian stimulus ditimbang dari dampaknya terhadap tenaga kerja karena pemberian stimulus kepada korporasi seharusnya dapat memberikan trickle-down effect kepada masyarakat luas, dalam hal ini pekerja secara khusus,” Ujar Josua saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/7).

Josua menilai, apabila pemerintah cenderung memberikan stimulus kepada perusahaan-perusahaan yang bukan merupakan perusahaan padat karya, dampak stimulus kepada perekonomian akan lebih terbatas limpahan ekonomi ke konsumen rumah tangga juga akan terbatas.

Terlebih lagi, perekonomian Indonesia masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, dengan lebih dari 50% kontribusi ekonomi berasal dari komponen ini sehingga penting bagi pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat secara luas.

Di sisi lain, menurutnya, penempatan dana untuk restrukturisasi industri padat karya masih relatif rendah, dengan hanya berada pada kisaran Rp 2-3 triliun bila dibandingkan dengan stimulus lainnya.

Menurutnya industri tersebut  perlu diprioritaskan untuk membantu perusahaan padat karya di Indonesia.

“Jumlah yang relatif rendah ini perlu diprioritaskan karena penempatan dana ini merupakan salah satu skema transmisi stimulus perekonomian yang relatif aman dalam rangka membantu perusahaan-perusahaan padat karya di Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga: Pembiayaan naik, PNM siapkan pendanaan baru

Adapun bila melihat realisasi anggaran pada program PEN untuk pembiayaan korporasi, pada awal Juli Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merilis data bahwa realisasi anggaran PEN untuk korporasi masih 0%.

Josua mengatakan, rendahnya realisasi ini tidak terlepas dari kehati-hatian pemerintah dalam penyaluran stimulus ke korporasi untuk mencegah adanya penyalahgunaan dari pengelolaan korporasi.

“Dengan demikian, mungkin dibutuhkan regulasi tertentu dalam rangka penyerapan ini, sehingga implementasi bantuan pemerintah dapat tersalurkan dengan lebih produktif,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×