Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet mengatakan meningkatnya produk China di tanah air mencerminkan lemahnya perlindungan pasar domestik.
Yusuf menjelaskan bahwa lonjakan ekspor China ke ASEAN sebesar 13% pada Mei 2025, dengan Indonesia mencatat kenaikan tertinggi hingga 21,43% secara tahunan, patut menjadi perhatian serius.
Menurutnya, di tengah daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, produk murah dari China bisa dengan cepat menguasai pasar dan menekan produsen lokal.
“Ini mencerminkan tidak hanya kekuatan daya saing produk China yang terus membaik, tetapi juga lemahnya perlindungan pasar domestik kita,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (16/6).
Yusuf mengungkapkan, jika tren produk China terus meningkat ke Indonesia tanpa ada intervensi kebijakan maka defisit perdagangan RI dengan China berpotensi memburuk.
Baca Juga: Ekspor China ke ASEAN Bulan Mei Cetak Rekor! Impor Indonesia Melonjak 21%
Menurutnya, meskipun belum dapat dipastikan angka defisit perdagangan RI-China di tahun 2025, dari arah perdagangannya sudah jelas menunjukkan kecenderungan bahwa impor dari China tumbuh lebih cepat dari ekspor Indonesia ke sana.
“Dalam kondisi ini, risiko pelebaran defisit tetap terbuka lebar, apalagi jika ekspor komoditas utama kita ke China stagnan akibat permintaan global yang melemah,” ungkapnya.
Di samping itu, Yusuf menuturkan, sektor manufaktur Indonesia menjadi yang paling rentan terdampak dalam kasus ini. Produk-produk Tiongkok yang membanjiri pasar dalam negeri, mulai dari tekstil, elektronik murah, hingga produk plastik dan baja ringan, berpotensi menggerus pangsa pasar industri lokal.
Dia bilang, tekanan harga yang tidak sebanding dengan struktur biaya produksi dalam negeri bisa memicu penurunan utilisasi kapasitas dan berujung pada gelombang efisiensi, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Sektor seperti tekstil dan alas kaki, yang selama ini bergantung pada ekspor dan konsumsi domestik, bisa menjadi kelompok yang paling terpukul,” tuturnya.
Lebih lanjut, Yusuf menambahkan, bila tidak ada strategi perlindungan yang cermat, seperti safe guard, penguatan standar teknis, atau insentif untuk substitusi impor, maka banjirnya produk China bukan hanya ancaman jangka pendek, tapi juga bisa mempercepat proses deindustrialisasi yang sudah mulai terasa dalam beberapa tahun terakhir.
Untuk diketahui, laporan Citigroup Inc yang dikutip dari Bloomberg mencatat, ekspor China ke negara-negara ASEAN pada Mei 2025 mencapai US$ 51,3 miliar, meningkat 13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Data tersebut bersumber dari Lembaga Bea Cukai China (China General Administration of Customs/GACC). Indonesia mencatat lonjakan tertinggi, di mana nilai impor dari China pada Mei 2025 mencapai US$ 6,8 miliar, naik 21,43% secara tahunan.
Baca Juga: Ekspor iPhone dari India ke AS Melonjak Tajam, Apple Hindari Tarif Tinggi dari China
Selanjutnya: Langka! China Mengekspor Batubara Kokas ke Indonesia
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 16-19 Juni 2025, Daging Semur-Kecap Bango Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News