Reporter: Dadan M. Ramdan, Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Meski sempat terkatung katung lantaran memicu polemik di masyarakat, pemerintah akhirnya mengesahkan aturan main baru tentang pembatasan produk tembakau dan turunannya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah meneken beleid berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau.
Dalam peraturan yang diundangkan pada 24 Desember 2012 itu, tembakau dinyatakan mengandung zat adiktif berbahaya dan harus dalam pengendalian agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Nah, pengamanan bahaya rokok ini meliputi aspek produksi dan impor, peredaran, perlindungan khusus bagi anak dan perempuan hamil, dan kawasan tanpa rokok.
Itu sebabnya, produsen produk tembakau berupa rokok harus melakukan pengujian kandungan kadar nikotin dan tar per batang untuk setiap varian yang diproduksi. Tapi, ketentuan ini tidak berlaku terhadap rokok klobot, rokok klembak menyan, cerutu, dan tembakau iris.
Agar masyarakat menyadari akan bahaya rokok, setiap satu varian produk tembakau wajib dicantumkan gambar dan tulisan peringatan kesehatan yang terdiri atas lima jenis yang berbeda, dengan porsi masing-masing 20% dari jumlah setiap varian. Namun, ketentuan ini tidak berlaku bagi rokok klobot, rokok klembak menyan, dan cerutu kemasan batangan.
Selanjutnya, pada sisi samping lainnya dari kemasan produk tembakau, dapat dicantumkan pernyataan, “tidak ada batas aman dan mengandung lebih dari 4.000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker".
Pemerintah juga melakukan pengendalian bahaya rokok lewat iklan produk tembakau di media cetak, media penyiaran, media teknologi informasi atau media luar ruang. Iklan produk tembakau di media cetak, televisi, dan media teknologi informasi juga diperketat. Seperti, setiap iklan rokok wajib mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk tulisan dan gambar dengan porsi 10% dari durasi iklan dan 15% dari luas iklan di media cetak.
Bahkan, kegiatan sponsorsif yang marak di media massa tak luput dari pembatasan. Pasal 37 PP itu menyatakan bahwa mereka yang memproduksi atau mengimpor produk tembakau dan menjadi sponsor dilarang memakai nama merek dagang dan logonya, termasuk brand image produk dan tidak bertujuan untuk mempromosikan.
Kepala Hubungan Masyarakat Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aony Azis menilai, penerbitan PP No. 109/ 2012 ini berpotensi merugikan perusahaan rokok dalam negeri. "Pengetatan iklan rokok bisa mengganggu kontrak kerjasama dengan pihak ketiga dan belum lagi kerugian yang diterima petani tembakau," ujarnya, Selasa (8/1). Hanya saja, Hasan bilang, belum bisa mengomentari lebih lanjut karena harus mendalami terlebih dahulu aturan baru tersebut.
Pun Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (ATPI) Abdus Setiawan, belum bisa berkomentar banyak. "Maaf, saya tidak bisa komentar lebih dahulu karena belum membaca detail peraturannya," kilahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News