Reporter: Agung Hidayat | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah meyakini kerjasama dengan Prancis di bidang perekonomian akan mendukung ekspor nasional ke Eropa. Prancis bakal menjadi pintu masuk ekspor Indonesia ke negara-negara di Eropa.
Sejak tahun lalu nilai impor Indonesia dari Prancis mencapai US$ 1,3 miliar untuk komponen pesawat terbang, kendaraan, dan mesin elektronik, serta produk susu dan farmasi. Sedangkan ekspor Indonesia ke Prancis mencapai US$ 972 juta yang meliputi mesin elektronik, alas kaki, karet dan produk karet, furniture, pakaian dan aksesoris, kopi, serta teh dan rempah-rempah.
Sementara itu, berdasarkan data BKPM, realisasi investasi Prancis di Indonesia pada periode tahun 2011 sampai September 2016 mencapai 783 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 771,2 juta. Adapun 174 proyek investasi yang bergerak di sektor manufaktur bernilai investasi US$ 323,7 juta.
Berkaca pada laporan itulah, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut Prancis berpeluang menjadi pintu gerbang utama Indonesia untuk mengekspor produknya ke pasar non-tradisional di negara-negara Eropa. “Prancis mempunyai bidang industri yang dinamis dan menempati peringkat kedua, ketiga dan keempat Eropa untuk industri kimia, industri makanan, serta industri informasi dan telekomunikasi,” kata Airlangga usai bertemu dengan Duta Besar Prancis untuk Indonesia Jean-Charles Berthonnet di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (16/12).
Asal tahu saja, perusahaan asal Prancis yang saat ini beroperasi di Indonesia antara lain perusahaan peralatan listrik PT Schneider Indonesia, yang saat ini telah mengekspor 75% dari produksi mereka ke negara-negara ASEAN, Amerika Serikat dan Eropa. Indonesia juga menjadi basis produksi terbesar untuk Schneider Electric di kawasan Asia Tenggara serta ketiga terbesar di Asia setelah RRT dan India.
Selanjutnya ada PT Weda Bay Nickel (ERAMET), perusahaan pertambangan yang bebekerja sama dengan Mitsubishi Corporation, Pacific Metals Co Ltd, dan PT Aneka Tambang Tbk serta didukung oleh Pemerintah Daerah telah membangun industri strategis dalam pengolahan nikel di Halmahera, Maluku Utara. Dengan investasi US$ 6 miliar, pabrik ini akan menghasilkan sekitar 4,5 juta ton per tahun dari nikel dan 4000 ton per tahun kobalt, serta menyerap tenaga kerja 2.400 orang di lokasi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News