Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mengejar ratusan pengemplang pajak, yang telah membuat negara kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 300 triliun.
Prabowo disebut telah memegang data 300 pengusaha yang rata-rata bergerak di sektor perkebunan sawit, dan terindikasi tidak membayar pajak sebagaimana mestinya.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky menilai, upaya untuk mengejar pengemplang pajak tersebut akan sulit untuk dilakukan dengan maksimal dalam satu hingga dua tahun pertama pemerintahan Prabowo.
“Perlu rekonstruksi dalam semua aspek, dan jangan lupa wajib pajak besar itu tak sepenuhnya pengemplang dalam artian melanggar hukum. Sebagian mereka menghindari pajak dengan cara legal,” tutur Awalil kepada Kontan, Kamis (10/10).
Baca Juga: Siasat Pemerintahan Prabowo, Penuhi Belanja Lewat Pembentukan Badan Penerimaan Negara
Ia juga membeberkan, ada banyak pengusaha sawit dalam negeri yang bekerja sama dengan pengusaha asing. Ia menduga, para pengusaha sawit tersebut terindikasi memiliki koneksi besar untuk menghindari pajak secara legal.
Awalil berpendapat, untuk mengejar pengemplang pajak dari pengusaha sawit tersebut, diperlukan pendekatan yang terukur, terkoordinasi, dan konsisten. Dalam hal ini, aspek kepastian hukum perlu diterapkan dalam menghadapi persoalan ini.
Adapun Ia menambahkan, sebenarnya pada pada 2017 dan 2018 pemerintah sudah menerapkan kebijakan tax amnesty, yakni kebijakan pengampunan pajak. Tujuan adanya kebijakan tax amnesty, sebagai bentuk pengawasan dan transparansi, agar wajib pajak patuh dengan pajak.
Meski begitu, Awalil menilai hasil dari penerapan tax amnesty tidak memuaskan, dan pemerintah hanya memperoleh tambahan denda pajak, namun gagal memprofiling apalagi menindaklanjuti datanya.
Baca Juga: Diskon PPN 100% untuk Pembelian Rumah Diperpanjang, Kemenkeu: Untuk Jaga Ekonomi
Nah, untuk mengejar pengemplang pajak dan potensi kehilangan penerimaan Rp 300 triliun tersebut, Awalil berpendapat pemerintahan Prabowo bisa memberikan insentif pada tax amnesty dahulu gagal, kemudian melakukan strategi pendekatan yang tepat kepada para pengemplang tersebut.
“Apakah dengan penegakan hukum yang lebih tegas? Apakah instrumen aturannya, kesiapan aparat fiskus, dan aparat hukumnya sudah tersedia memadai? Saya kira berat untuk tahun pertama atau kedua pemerintahan Prabowo, jika upayanya fokus mengejar pengemplang pajak begitu saja. Perlu rekonstruksi dalam semua aspek,” tandasnya.