Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengenaan pajak penghasilan (PPh) final atas sewa tanah dan bangunan saat ini sedang dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bidang Keuangan dan Perbankan Ajib Hamdani mengatakan, bila dilihat dari sisi aturannya, yang potensial menimbulkan problem, dan memang sudah banyak terjadi dispute di lapangan adalah perihal Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dari PPh Final atas sewa tanah dan bangunan.
Di aturan disebutkan bahwa tarif PPh Final atas sewa tanah dan bangunan yang berlaku saat ini adalah 10% dari jumlah bruto nilai sewa tanah dan bangunan.
Baca Juga: Penerimaan pajak loyo, belanja pemerintah mesti dipangkas
Jumlah bruto yang dimaksud adalah semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, layanan, dan biaya fasilitas lainnya.
“Nah, pengertian jumlah bruto inilah yang menjadi pokok masalah. Kalau biaya sewanya tentu tidak masalah, tapi karena digabungkan dengan biaya-biaya layanan lainnya, banyak pengusaha keberatan,” kata Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (31/8).