kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Potensi outflow dan tekanan rupiah meningkat di tengah tensi perang dagang


Minggu, 12 Mei 2019 / 15:12 WIB
Potensi outflow dan tekanan rupiah meningkat di tengah tensi perang dagang


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali mencuat. Sentimen negatif pun kembali menyelimuti pasar domestik. Potensi outflow atau keluarnya dana asing serta tekanan terhadap kurs rupiah semakin meningkat di tengah tensi perang dagang

Akhir pekan lalu, investor asing mencatat penjualan pada pasar saham (net foreign sell) sebesar Rp 897,7 miliar. Sepanjang pekan, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira bahkan mencatat, net foreign sell pasar saham sepanjang pekan lalu mencapai Rp 3 triliun akibat sentimen perang dagang AS-China.

Di pasar obligasi, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail mengatakan, potensi kenaikan yield surat utang negara (SUN) AS alias US Treasury kembali mengancam. Pasalnya, di tengah perang dagang, besar kemungkinan China akan kembali meningkatkan stimulus fiskal untuk mencegah perlambatan pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam di tahun ini.

"China melakukan stimulus fiskal, salah satunya dengan cara menarik kepemilikan dari US Treasury. Harga US Trasury pun berpotensi turun sehingga yield naik," ujar Mikail, Minggu (12/5).

Kenaikan yield US Treasury pun akan kembali menarik modal asing dari pasar negara berkembang seperti Indonesia kembali ke AS. Di tengah meningkatnya ketidakpastian, investor juga cenderung beralih dari aset berisiko ke aset yang lebih aman (flight to quality).

Belum lagi, jika China juga menggunakan strategi devaluasi mata uang Yuan. Kedua cara ini, menurut Mikail, akan menekan kondisi nilai tukar rupiah ke level yang lebih lemah yakni di kisaran Rp 14.800 hingga Rp 15.000 per dollar AS.

Senada, Bhima juga memprediksi nilai tukar rupiah akan tertekan seiring keluarnya arus modal asing dari pasar portofolio dalam negeri. Namun, pelemahan kurs rupiah semestinya lebih dapat diantisipasi oleh Bank Indonesia secara lebih cepat dan lebih baik sehingga tak merosot ke level seburuk tahun lalu.

"BI sudah mengumpulkan cadangan devisa cukup besar, sekitar US$ 124 miliar, seiring dengan strategi frontloading SUN pemerintah juga di awal tahun. Depresiasi rupiah pasti terjadi, tapi lajunya seharusnya lebih lambat sehingga masih dapat tertahan dalam range Rp 14.300 - Rp 14.600 per dollar AS," ujar Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×