Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kenaikan signifikan pada Indeks Manufaktur PMI Indonesia untuk bulan Februari 2025 menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kesehatan ekonomi nasional, terutama karena data lain yang menunjukkan adanya deflasi, tingginya rasio Non Performing Loan (NPL) pada sektor rumah tangga, dan melemahnya nilai tukar rupiah.
Imaduddin Abdullah, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menjelaskan bahwa meningkatnya PMI Manufaktur pada Februari 2025 dipengaruhi oleh faktor musiman menjelang bulan Ramadan.
“PMI Indonesia memang cenderung meningkat menjelang Ramadan karena antisipasi peningkatan permintaan,” ujar Imaduddin kepada Kontan.co.id, Senin (17/3).
Namun, meski terjadi lonjakan pada PMI, indikator produksi dan persediaan produk menunjukkan adanya perlambatan, yang mengindikasikan bahwa para produsen masih bersikao hati-hati dalam menghadapi situasi pasar.
Baca Juga: Sektor Manufaktur Indonesia Tumbuh Signifikan dengan PMI 53,6 pada Februari 2025
Deflasi yang terjadi dalam dua bulan terakhir juga menjadi perhatian. Menurut Imaduddin, deflasi ini lebih banyak didorong oleh kebijakan pemerintah, seperti diskon tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga.
“Jadi ini adalah deflasi buatan yang bersifat temporer,” katanya. Menunjukkan bahwa kondisi ini tidak mencerminkan perbaikan fundamental dalam perekonomian.
Di sisi lain, tingginya NPL rumah tangga dan melemahnya kurs rupiah mencerminkan tekanan nyata pada ekonomi.
“Data tingginya NPL rumah tangga da melemahnya kurs rupiah justru menunjukkan tekanan rill pada ekonomi,” katanya.
Ini menandakan bahwa meskipun terdapat indikator positif seperti PMI, tantangan yang dihadapi oleh konsumen dan sektor keuangan tetap signifikan.
Tekanan struktural pada sektor manufaktur juga menjadi perhatian.
Baca Juga: Sektor Manufaktur Indonesia Tumbuh Signifikan dengan PMI 53,6 pada Februari 2025
“Data PHK yang terus bertambah dan penutupan beberapa pabrik besar seperti PT Sritex Group, PT Sanken Indonesia, dan lainnya mengindikasikan adanya tekanan struktural pada sektor manufaktur,” tambah Imaduddin.
Sementara itu, Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (CELIOS), menjelaskan bahwa deflasi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh penurunan biaya listrik akibat kebijakan diskon tarif.
Ia menegaskan bahwa inflasi inti tetap menunjukkan angka positif pada bulan Januari dan Februari.
“Kenaikan PMI juga ditopang oleh sinyal deflasi yang bisa meningkatkan konsumsi di tiga bulan pertama, apalagi ada Ramadan dan Lebaran,” ujar Huda kepada Kontan.co.id, Sennin (17/3).
Huda juga mengingatkan bahwa seperti tahun lalu, PMI mengalami lonjakan signifikan pada bulan Maret. Ia menekankan pentingnya menjaga ekspektasi di kalangan pelaku bisnis dan konsumsi setelah Ramadan dan Lebaran, karena periode April hingga akhir tahun masih berpotensi mengalami kontraksi.
Baca Juga: Kemenperin Optimistis PMI Manufaktur Indonesia Terus Lanjutkan Fase Ekspansi
Selanjutnya: Cermati Prospek dan Rekomendasi Saham Saratoga (SRTG) pada 2025
Menarik Dibaca: Bandung Hujan pada Pagi Hari, Ini Prakiraan Cuaca Besok (18/3) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News