Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdana Menteri China Li Keqiang menemui 300 pengusaha nasional dalam acara Indonesia-China Business Summit di Hotel Shangri-la, Jakarta. Acara ini adalah salah satu agenda dari lawatannya ke Indonesia.
Dalam pertemuan ini, yang dibahas adalah penguatan hubungan bilateral dalam hal ekonomi. China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia di mana pada 2017 total perdagangan Indonesia dan China mencapai US$ 58,8 miliar. Meskipun, secara keseluruhan perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit.
Dalam hal investasi, China pada tahun lalu juga merupakan investor terbesar ketiga dengan total investasi US$ 3,3 miliar dengan 1.977 proyek. Investasi dari China ini merupakan salah satu yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir dengan rata-rata kenaikan investasi hampir dua kali lipat per tahun.
“Walaupun jumlahnya hampir US$ 60 miliar. Total dagang ini belum cukup besar karena ada banyak potensi. Ada banyak alasan untuk meningkatkan ini. Kami ingin membeli banyak dari Indonesia terutama produk-produk yang langsung dijual di pasar, misalnya minyak sawit, buah-buahan tropis, dan hasil pertanian lainnya,” ujar dia, Senin (7/5).
Adapun Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengatakan, dirinya optimistis, kerja sama dengan China ke depan akan terus tumbuh. “Hal ini didukung dengan berbagai kebijakan pemerintah kedua negara yang menciptakan kondisi berbisnis yang sehat dan menguntungkan,” ujar Li.
Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, pemerintah perlu menarik lebih banyak lagi investasi dari China, mengingat Indonesia saat ini berpacu dengan waktu untuk menghindari middle-income trap, sehingga percepatan investasi harus dilakukan.
Program pemerintahnya untuk merajut kembali Jalur Sutera modern Bell Road Initiative (BRI), yang sedang mereka jalankan untuk menghubungkan kembali dataran dan lautan dari Eropa sampai dengan Asia Tenggara, dia nilai memberikan kesempatan yang luar biasa, terutama bagi negara-negara kawasan terdekatnya.
Diprediksi dana yang dibutuhkan untuk inisiatif ini mencapai US$ 4 triliun – US$ 8 triliun.
“Indonesia dengan letak geografi dan kondisi demografinya merupakan titik kunci. Oleh karena itu kita harus mampu menarik investasi dari mereka bagi kepentingan ekonomi nasional kita,” lanjutnya.
Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani menambahkan, Indonesia harus mampu memanfaatkan kesempatan yang disediakan Belt Road Initiative. “Salah satu yang bisa difokuskan adalah pengembangan wilayah Indonesia bagian utara yang dapat berfungsi sebagai jembatan menuju ASEAN dan Asia Pasifik,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia juga perlu memperbaiki diri dengan terus melakukan reformasi ekonomi struktural secara menyeluruh, mulai dari menghilangkan proses birokrasi yang tidak perlu, menata sistem perizinan dan pajak, serta perbaikan infrastruktur dasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News