kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Pisah dari Kemkeu, aparat Pajak makin galak


Rabu, 24 Mei 2017 / 06:26 WIB
Pisah dari Kemkeu, aparat Pajak makin galak


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) tak hanya memisahkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemkeu). Pemerintah juga ingin mengubah sejumlah definisi, penyelesaian sengketa, hingga penegakan hukum. Ujungnya, RUU KUP bakal menjadikan pegawai pajak lebih gahar.

Berdasarkan draft RUU KUP terakhir yang didapat KONTAN, pemerintah mengubah sejumlah definisi. Pertama, mengubah istilah wajib pajak menjadi pembayar pajak, yaitu orang pribadi atau badan, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan.

Kedua, mengubah istilah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi Nomor Identitas Pembayar Pajak (NIPP). Ketiga, mengubah istilah sanksi menjadi sanksi administratif. Di UU sebelumnya disebutkan ada sanksi administrasi, sanksi bunga, dan denda kenaikan.

Keempat, pemerintah juga memasukkan pasal soal kerugian negara. Kurang bayar pajak dianggap sebagai kerugian negara. Kelima, jika pembayar pajak bersengketa dengan kantor pajak, tidak ada lagi penundaan kewajiban pembayaran pajak. Pasal 68 RUU KUP bilang, pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan penagihan pajak.

Keenam, pemerintah memperberat sanksi administratif keterlambatan pelaporan surat pemberitahuan (SPT) masa lainnya menjadi denda sebesar Rp 500.000. Sementara dalam UU KUP yang berlaku saat ini, denda atas keterlambatan pelaporan SPT masa lainnya hanya Rp 100.000.

Ketujuh, dari sisi penegakan hukum, sanksi pemeriksaan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dibedakan antara terlambat bayar dan kurang bayar. RUU juga menegaskan fungsi sanksi adalah sebagai pendorong kepatuhan, bukan hukuman.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, draf RUU KUP tersebut hanya acuan awal untuk dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Oleh karena itu ada kemungkinan perubahan ketentuan saat pembahasan nanti dengan anggota dewan, termasuk soal permintaan data pajak di industri keuangan yang masih berdasarkan permintaan.

Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017, industri keuangan wajib melaporkan data finansial nasabah ke kantor pajak secara rutin. "Nanti saat pembicaraan bisa ada perubahan sebagai hasil pembahasan dengan DPR," ujar Suahasil, Selasa (23/5).

Dia bilang, draft RUU KUP sudah diserahkan ke DPR. Diperkirakan, pembahasan RUU bisa berlangsung pada masa sidang kali ini (Masa Sidang V 2016-2017).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, beberapa perubahan signifikan dalam RUU KUP layak diapresiasi. Meski masih ada sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Salah satunya adalah belum selarasnya RUU dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Sebab, akses data ke perbankan masih berdasarkan permintaan dan bukan secara otomatis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×