kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

PHE bantah berutang US$ 7 juta ke Golden Spike


Selasa, 23 Desember 2014 / 11:31 WIB
PHE bantah berutang US$ 7 juta ke Golden Spike
ILUSTRASI. Catat 11 Rekomendasi Perlengkapan Bayi Baru Lahir yang Wajib Disiapkan. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Raja Tempirai keberatan atas klaim PT Golden Spike Energy Indonesia (GSEI) yang menyatakan PHE masih menunggak utang sebesar US$ 7 juta kepada GSEI. PHE berpendapat bahwa tidak dapat dibenarkan pihaknya harus menanggung hutang perusahaan patungan atau joint operation body (JOB) yang diakibatkan GSEI yang gagal setor modal atau biaya operasi ke JOB.

Hal itu dikatkaan kuasa hukum PHE Patuan Sinaga kepada KONTAN, Selasa (23/12). Ia membantah bahwa PHE menahan pembagian lifting hasil produksi yang seharusnya dimiliki GSEI apabila tidak gagal setor modal biaya operasi ke JOB. Menurutnya, kerjasama antara PHE dan GSEI diikat dalam Kontrak Bagi Hasil ("Production sharing contract" atau "PSC") yang ditandatangani pada 6 Juli 1989.

"Daram PSC diatur bahwa setelah masa produksi komersial, PHERT dan GSEI wajib menyetor modal atau biaya operasi yang masing-masing sebesar 50% kepada JoB selaku operator pelaksana operasi migas agar kemudian berhak atas pembagian hasil lifting masing-masing sebesar 50%," terang Patuan.

Menurut Patuan, PHE senantiasa melunasi kewajiban seperti diatur dalam Kontrak Bagi Hasil. sebaliknya, ia menuding, GSEI sejak bulan Desember 2007 gagal memenuhi kewajiban menyetor modal operasi sesuai porsi bagiannya kepada JoB, sehingga JoB kesulitan membayar kewajiban operasional termasuk untuk melunasi kewajiban kepada para vendor.

Akibat dari GSEI gagal setor modal operasi itu yang kemudian menjadi alasan salah satu vendor JoB untuk mengajukan PKPU terhadap GSEI. Pada masa berikut, PHE kembali menuding bahwa GSEI ternyata juga gagal membayar hutang kepada vendor yang disepakatinya dengan vendor-vendor JoB dalam perjanjian perdamaian, sehingga perdamaian dimohon pembatalan oleh salah satu vendor JOB yang menyebabkan GSE| dinyatakan pailit.

Menurut Patuan, kontrak Bagi Hasil mengatur dengan jelas konsekuensi bagi pihak yang gagal setor biaya operasi ke JOB adalah tidak berhak atas lifiing hasil produksi. Menurutnya, GSEI sejak bulan Desember 2007 telah gagal setor modal, sehingga GSEI tidak memiliki hak atas produksi sampai dengan saatnya GSEI melunasi seluruh jumlah modal yang ditunggak kepada JOB.

Kemudian, sesuai catatan keuangan JOB hingga akhir bulan Oktober 2014, bahwa akumulasi jumlah tunggakan setoran modal/biaya GSEI kepada JOB telah mencapai US$ 16,07 juta.

Dengan penjelasan itu, Patuan membantah bahwa klienya harus turut menanggung hutang JOB yang diakibatkan GSEI gagal setor modal operasi ke JOB. Ia juga membantah kalau PHE menahan pembagian lifting hasil produksi yang seharusnya dimiliki GSEI apabila tidak gagal setor modal biaya operasi ke JOB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×