Reporter: Grace Olivia | Editor: Anna Suci Perwitasari
Pasalnya, Agus mengatakan, pemerintah telah mengidentifikasi beberapa isu yang diyakini dapat mendongkrak kinerja manufaktur ke depan. Pertama, isu terkait bahan baku industri.
“Lebih khusus lagi soal harga gas untuk industri. Selain untuk energi, gas juga dipakai untuk industri sehingga kalau harganya bisa kita turunkan menjadi US$ 6 per mmbtu, itu bisa membuat daya saing kita membaik,” tuturnya.
Kedua, terkait dengan pencetakan kawasan-kawasan industri. Dalam RPJMN 2020-2024, telah ditetapkan rencana pembangunan sebanyak 29 kawasan industri yang hampir seluruhnya berada di luar Pulau Jawa. Agus menekankan, pemerintah fokus mendorong pertumbuhan kawasan industri di luar Jawa untuk mengurangi disparitas industri dengan Pulau Jawa, serta mendekatkan kawasan industri ke sumber energi dan bahan baku.
Ketiga, Kemenperin juga akan fokus pada industri kecil dan menengah (IKM).
Baca Juga: PDB Indonesia tumbuh 5,02% sepanjang tahun 2019 lalu
“Kami tahu kalau industri kecil memiliki porsi yang luar biasa bagi pembangunan industri nasional. Terkait permodalan IKM, pemerintah sudah menaikkan plafon dan menurukan bunga KUR (kredit usaha rakyat),” sambung Agus.
Isu lainnya yang menjadi perhatian Kemenperin yaitu terkait ketersediaan energi untuk industri seperti listrik dan air, serta isu pengolahan sampah dan limbah. Ke depan, Agus menuturkan, pelaku industri harus mampu melihat sampah dan limbah sebagai bahan baku yang berguna untuk proses produksi. Dengan begitu prinsip zero waste dan circular economy pada perindustrian nasional bisa terwujud.
“Semua isu-isu itu kami address satu per satu sehingga kalau tercapai semuanya, kami tidak mengubah target yaitu pertumbuhan manufaktur bisa menjadi 5,3% di 2020,” tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News