Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Anggaran (Banggar) DPR menyoroti lambatnya kenaikan nilai aset negara jika dibandingkan pertumbuhan kewajiban pemerintah pada 2022.
Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan, meskipun telah dibantu revaluasi aset sejak 2018, rasio utang terhadap aset masih tinggi. Said mencatat Rasio utang pemerintah terhadap aset pada 2019 mencapai 45,65%. Pada 2020 meningkat menjadi 54,73% dan tahun 2021 menjadi 60,3%, serta tahun 2022 menjadi 62,7%.
“Rasio ini makin besar jika diimbangi dengan total kewajiban. Ini tentu perlu menjadi perhatian pemerintah lantaran pada saat yang sama aset akan menjadi last resort di saat pemerintah berisiko untuk menerbitkan utang untuk membayar utang lama,” tutur Said saat melakukan Rapat Kerja bersama Kementerian Keuangan dan Bank-Bank Indonesia, dan Bappenas, Selasa (29/8).
Baca Juga: Jaga Ketahanan Pangan, Pemerintah Sudah Gelontorkan Dana Rp 24,4 Triliun
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pada 2022 aset negara tercatat sebesar Rp 12.325,5 triliun dari posisi tahun sebelumnya yang sebesar Rp 11.454,6 triliun. Sementara itu, kewajiban utang pemerintah naik menjadi Rp 8.920,6 triliun dari Rp 7.538,6 triliun pada 2021.
“Kami ingin memberikan catatan bapak ketua pimpinan dan anggota Banggar, aset di dalam neraca kita tidak akan mungkin larinya secepat yang lainnya. Ini karena belanja negara kita,” tutur Sri Mulyani saat melakukan rapat kerja bersama Banggar DPR RI, Selasa (29/8).
Lebih rinci, Sri Mulyani menjelaskan, sepertiga dari belanja negara disalurkan ke daerah. Sehingga dalam hal ini belanjanya tidak terbukukan dalam bentuk perubahan aset di pemerintah pusat.
Kemudian, belanja negara dalam bentuk pembentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) seperti pendidikan dan kesehatan mayoritas tidak menghasilkan kenaikan aset di dalam neraca.
Baca Juga: Bangun Infrastruktur Jalan, Gedung dan Irigasi, Pemerintah Kucurkan Rp 8,3 Triliun
“Kualitas SDM, seperti dalam bentuk stunting, kemiskinan atau pendidikan yang hanya SD namun kemudian kita coba tingkatkan dengan memberikan skill vokasi itu tidak akan menambah nilai neraca aset kita,” jelasnya.
Meski begitu, Sri Mulyani menyampaikan dengan anggaran belanja yang dikeluarkan tersebut, justru memberi dampak baik bagi perekonomian, serta masyarakat. Selain itu, kondisi dari sisi human capital atau aset modal juga kualitasnya membaik.
“Inilah yang menyebabkan bahwa dalam membaca neraca negara tidak sama dengan membaca neraca perusahaan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, dalam neraca negara, belanja-belanja akan menimbulkan intangible aset, yakni aset yang tidak memiliki wujud atau bentuk fisik. Akan tetapi, ini sangat penting nilainya yaitu seperti menciptakan sumber daya manusia yang semakin baik.
Baca Juga: Hingga Semester I, Kemenkeu Salurkan Rp 87,5 Triliun untuk Pensiunan PNS hingga TNI
“Oleh karena itu, kami juga akan terus melakukan berbagai advokasi dan edukasi di dalam membaca neraca negara supaya tidak menimbulkan sebuah persepsi mengenai bagaimana keseimbangan aset kewajiban dan ekuitas dari neraca keuangan,” ungkapnya.
Meski begitu, pemerintah menggarisbawahi bahwa dalam kewajiban pengelolaan utang, akan tetap dilakukan dengan sustainable dalam jangka menegah panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News