Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
Ia mengatakan, selama ini Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) adalah sesuatu yang mungkin tidak pernah diupdate secara berkala. Maka dari itu, pemutakhiran data di tengah pandemi ini harus lebih dititikberatkan dari laporan komunitas masyarakat melalui self-reporting.
Fajar memberikan catatan, setidaknya ada empat poin penting yang bisa dilakukan pemerintah untuk memastikan pelaksanaan BLT bisa sesuai dan tepat sasaran. Pertama, keputusan dalam pengambilan kebijakan harus didasarkan atas fakta di lapangan dan sains.
Kedua, pemeirntah perlu melakukan pemutakhiran data BDT dan DTKS secarac berkala. Ketiga, good governance, termasuk transparansi dan akuntabilitas. Keempat, sinergi multistakeholders antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Baca Juga: Sebanyak 4,52 juta keluarga sudah terima BLT dana desa
"Poin keempat ini mungkin dapat menjadi fondasi terkait monitoring dan jaminan BLT bisa tepat sasaran atau tidak," tandasnya.
Sebagai informasi, melalui aturan baru ini pemerintah menambah besaran nominal BLT yang diberikan kepada masyarakat terdampak. Nilai yang diberikan dari sebelumnya sebesar Rp 1,8 juta per keluarga penerima manfaat (KPM), mengalami peningkatan menjadi Rp 2,7 juta/KPM.
Pemerintah juga memperpanjang jangka waktu pemberian BLT ini dari sebelumnya 3 bulan menjadi 6 bulan dengan penyaluran paling cepat dilakukan pada bulan April 2020. Namun, seiring dengan perpanjangan tersebut pemerintah juga memangkas jumlah penyaluran yang diterima setiap bulannya.
Pada tiga bulan pertama, setiap KPM akan menerima manfaat sebesar Rp 600.000/KPM/bulan, tetapi untuk tiga bulan berikutnya anggaran yang diterima hanya sebesar Rp 300.000/KPM/bulan.
Baca Juga: Kabar baik, alokasi BLT dana desa naik jadi Rp 2,7 juta per keluarga
Dengan penambahan tersebut, maka total anggaran untuk BLT-DD meningkat dari Rp 21,19 triliun menjadi Rp 31,79 triliun dari pagu APBN-Perpres 54/2020 sebesar Rp 71,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News