kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.765   92,00   0,55%
  • IDX 6.749   26,11   0,39%
  • KOMPAS100 973   5,13   0,53%
  • LQ45 757   3,47   0,46%
  • ISSI 214   1,25   0,59%
  • IDX30 393   1,62   0,42%
  • IDXHIDIV20 470   -0,32   -0,07%
  • IDX80 110   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   -0,27   -0,24%
  • IDXQ30 129   0,23   0,18%

Peringatan Bank Dunia Soal Risiko Gagal Bayar Uang Sejumlah Negara Perlu Diwaspadai


Selasa, 29 April 2025 / 19:44 WIB
Peringatan Bank Dunia Soal Risiko Gagal Bayar Uang Sejumlah Negara Perlu Diwaspadai
ILUSTRASI. Seorang peserta berdiri di dekat logo Bank Dunia di Sidang Tahunan Dana Moneter Internasional - Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 12 Oktober 2018. Bank Dunia baru-baru ini mengeluarkan peringatan terkait risiko gagal bayar utang yang mengancam sejumlah negara.


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA.  Bank Dunia baru-baru ini mengeluarkan peringatan terkait risiko gagal bayar utang yang mengancam sejumlah negara. Peringatan ini mencerminkan ketidakstabilan dalam struktur keuangan global yang semakin rentan.

Meski Indonesia tidak termasuk dalam kelompok negara yang paling berisiko, dampak sistemik dari krisis utang global berpotensi memengaruhi pasar keuangan dan perekonomian nasional.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menjelaskan bahwa peringatan dari Bank Dunia tidak hanya ditujukan bagi negara-negara berkembang yang sedang mengalami tekanan, tetapi juga menandakan kondisi keuangan global yang rapuh.

Baca Juga: Penerbitan Surat Utang Korporasi Meningkat, Cermati Risiko Gagal Bayar

Menurut Yusuf, mayoritas negara yang terancam gagal bayar merupakan negara berpendapatan rendah dan menengah. Kawasan yang paling rentan meliputi Afrika Sub-Sahara, Asia Selatan, seperti Pakistan dan Sri Lanka, serta beberapa negara di Amerika Latin.

“Mereka umumnya terjebak dalam kombinasi yang mematikan: beban utang yang tinggi, pelemahan nilai tukar, suku bunga global yang masih tinggi, dan harga komoditas yang fluktuatif,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (29/4).

Yusuf menekankan bahwa meski Indonesia relatif aman, gelombang gagal bayar yang meluas dapat memberikan tekanan pada pasar keuangan global. Krisis tersebut bisa mendorong investor global untuk menghindari risiko (risk-off), yang pada gilirannya berdampak pada aliran modal ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dalam kondisi seperti ini, kata Yusuf, nilai tukar rupiah berpotensi tertekan, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) bisa meningkat, dan investor asing bisa menarik dananya dari pasar negara berkembang jika ketidakpastian terus berlanjut.

Baca Juga: Bank Dunia Tambah Dana US$ 100 miliar untuk Negara-negara Termiskin

Ia juga mengingatkan bahwa krisis utang dapat mengganggu rantai pasok global dan menekan permintaan ekspor. Jika negara mitra dagang utama Indonesia terdampak, maka permintaan terhadap produk dan jasa dari Indonesia bisa ikut menurun.

Selain itu, volatilitas harga komoditas kemungkinan akan meningkat, memberi tekanan tambahan pada ekonomi domestik.

Meski secara fundamental Indonesia dinilai cukup kuat, dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang moderat serta cadangan devisa yang memadai,Yusuf menegaskan pentingnya kewaspadaan dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Baca Juga: Korporasi Dibayangi Risiko Gagal Bayar, Imbas Perang Dagang

“Pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan narasi optimisme. Ketahanan ekonomi domestik perlu diperkuat secara konkret, mulai dari menjaga stabilitas harga, meningkatkan kemandirian energi, hingga menjalankan reformasi perpajakan yang adil,” tutupnya.

Selanjutnya: OJK Terbitkan 36 Izin Prinsip Perdagangan Berjangka per 10 April 2025

Menarik Dibaca: Cerah hingga Berawan, Simak Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (30/4)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×