Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah memperbaiki peraturan perpajakan controlled foreign companies (CFC) untuk menangani penghindaran pajak antarnegara dengan mengeluarkan PMK Nomor 107 tahun 2017. Adanya PMK baru ini mencabut PMK 256 Tahun 2008 yang mengatur hal yang sama.
Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional Ditjen Pajak, Ahmad Sadiq Urwah mengatakan, aturan yang lama dapat dengan mudah dihindari melalui beberapa langkah. Di antaranya mendirikan perusahaan perantara, mengatur pembagian dividen yang nilainya tidak material untuk menggugurkan kewajiban melaporkan deemed dividend, dan memecah penyertaan modal (kepemilikan) antara anggota grup perusahaan atau antara perusahaan afiliasi.
“Jadi normalnya, wajib pajak (WP) dalam negeri yang mempunyai penyertaan pada badan usaha luar negeri, itu hanya dikenai pajak ketika anak perusahaannya, atau badan usaha di luar negeri tersebut membagikan atau mendistribusikan dividen. Tapi khusus anak perusahaan atau subsidiary yang dimiliki WP DN sebesar minimal 50%, maka saat diperolehnya penghasilan itu ditetapkan oleh Menkeu sesuai dengan kewenangan pasal 18 ayat UU PPh, yang juga menjadi dasar hukum PMK 107 ini,” katanya di Kantor Pusat DJP, Senin (4/9).
Oleh karena itu, dalam aturan baru ini pengaturan lingkup pengendalian melalui penyertaan modal meliputi pengendalian langsung dan pengendalian tidak langsung. Adapun penetapan saat diperolehnya deemed dividend atas pengendalian melalui penyertaan modal dan pengaturan penyertaan modal melalui trust atau bentuk usaha lain yang sejenis di luar negeri.
PMK sebelumnya diinterpretasikan oleh WP hanya mengatur untuk kepemilikan secara langsung saja atau untuk satu lapis saja. Sementara PMK 107 yang baru ini diperjelas bahwa ketentuan CFC ini mengatur untuk bahkan lebih dari satu lapis sepanjang memenuhi kriteria dikendalikan.
Kemudian kelemahan PMK yang sebelumnya juga, karena ada batasan 50% itu, maka WP dapat melakukan tax planning yang intinya kepemilikannya dipecah-pecah sehingga kurang dari 50%. “Nah, di ketentuan yang baru ini kita adopsi yang disebut anti pragmatition rule, jadi WP agak sulit untuk memecah-mecah besarnya kepemilikan untuk dapat lepas dari ketentuan CFC ini,” kata dia.
Output yang diharapkan dari aturan ini ialah menurunkan risiko penghindaran pajak melalui pengalihan penghasilan (profit shifting) ke anak perusahaan yang berada di negara-negara tax haven, termasuk sebagai backstop praktik transfer pricing yang abusive. “Juga meningkatkan basis penerimaan perpajakan yang berasal dari deemed dividend,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News