kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   -10.000   -0,51%
  • USD/IDR 16.385   -132,00   -0,80%
  • IDX 6.872   85,16   1,25%
  • KOMPAS100 996   16,13   1,65%
  • LQ45 766   12,02   1,59%
  • ISSI 223   2,00   0,91%
  • IDX30 397   6,29   1,61%
  • IDXHIDIV20 463   6,10   1,33%
  • IDX80 112   1,74   1,58%
  • IDXV30 114   0,51   0,45%
  • IDXQ30 128   2,14   1,70%

Peraturan soal Drone, sulitkan kerja pewarta foto


Selasa, 04 Agustus 2015 / 19:21 WIB
Peraturan soal Drone, sulitkan kerja pewarta foto


Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 Tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak atau Drone dinilai menyulitkan kerja pewarta foto. Pasalnya, terdapat izin yang tidak bisa dilakukan saat-saat kejadian genting seperti bencana.

"Kalau dari regulasi terbang tidak masalah, yang menjadi masalah adalah izin pengambilan gambar pada nomor empat poin dua, untuk komersil pun 14 hari kerja ini terlalu lama," kata Ketua Pewarta Foto Indonesia, Lucky Pransiska, usai sosialisasi Permenhub Nomor 90 Tahun 2015 di Jakarta, Selasa (4/8).

Dia mengaku, meskipun diadakan izin "online", pewarta foto tentu tetap merasa kesulitan karena kejadian insidental, seperti bencana sangat berkejaran dengan waktu.

"Seperti contohnya, tanah longsor, kita izin 'online' enggak akan sempat karena kita berkejaran dengan waktu untuk pengambilan gambar," katanya.

Untuk itu, dia meminta agar Permenhub yang masih direvisi hingga September 2015 itu agar diperjelas pembagian profesi, seperti untuk jurnalis, komersil ataupun hobi.

"Seharusnya ada pengecualian untuk kerja-kerja jurnalistik pengambilan gambar karena kita dilindungi oleh Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, sebetulnya kita sudah diproteksi untuk perangkat hukum, yang susah ini untuk keperluan komersil dan hobi," katanya.

Salah satu Pewarta Foto Kantor Berita Antara Andhika Wahyu, juga meminta agar dalam peraturan tersebut diperjelas mengenai jenis-jenis pesawat tanpa awak yang dibolehkan.

"Jenis-jenis pesawat tanpa awak ini kan banyak, ada yang kurang dari lima kilo, ada yang antarbenua, jadi sebaiknya di rinci dan diperjelas dalam peraturan tersebut," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Navigasi Udara Novie Riyanto Rahardjo mengatakan pihaknya akan mengkaji kembali peraturan tersebut, termasuk pengecualian profesi dan jenis-jenis pesawat tanpa awak.

"September nanti diatur mana (drone) yang perlu di sertifikasi, misalkan berat sekian harus teregistrasi. Seperti di Eropa beratnya di atas 100 kilogram harus di sertifikasi seperti pesawat," katanya.

Terkait pengawasan pengoperasian pesawat tanpa awak, Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Muzaffar Ismail mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/ Airnav Indonesia).

"Airnav 'kan memiliki alat untuk mengawasi 'drone-drone' yang sedang dioperasikan, kalau tidak ada izinnya nanti Airnav menginfokannya kepada Kemenhub," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×