Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek arus modal asing ke pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih terbuka pada sisa kuartal IV-2025, meski investor global masih bersikap hati-hati terhadap berbagai faktor eksternal.
Chief Economist Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, untuk pasar surat utang atau bonds market, tren aliran modal asing masih cenderung keluar (outflow) sejak September lalu dan masih berlanjut. Namun, ia berharap tekanan ini mulai mereda dalam waktu dekat, dikarenakan nilai capital outflow yang sudah cukup besar.
"Ini yang saya pikir agak mengkahwatirkan dari obligasi, untuk bonds ini mereka melihat kecenderungan BI rate turun, dan mereka juga wait and see kebijakan fiskal pemerintah," ungkap David kepada KONTAN, Minggu (27/10).
Baca Juga: Kopdes Merah Putih Berpeluang Garap Bisnis Sawit, CELIOS Wanti-Wanti Hal Ini
David mencatat, penurunan arus modal asing atau inflow di pasar obligasi tercatat cukup signifikan sejak awal tahun, yakni dari sekitar Rp 73 triliun pada April–Mei, namun kini hingga 23 Oktober 2025, angka tersebut menyusut menjadi sekitar Rp 8,58 triliun menurut data Bank Indonesia.
Menurutnya, pelaku pasar saat ini cenderung menunggu arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) dan kebijakan fiskal pemerintah.
“Investor bonds melihat kecenderungan BI rate turun, tapi mereka masih wait and see terhadap kebijakan fiskal pemerintah,” tambahnya.
Sementara di pasar saham (equity market) meskipun belakangan cederung outflow, namun David melihat peluang masuknya kembali aliran dana asing, seiring valuasi sejumlah saham yang sudah tergolong murah (oversold).
"Kita berharapnya itu dari sisi equity. Jadi kita melihat mungkin fund-fund (investment fund) yang melihat perusahaan dari sisi fundamentalnya bagus, mereka mulai masuk juga," terang David.
Namun, David mengingatkan, pasar global masih dibayangi ketidakpastian terkait tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
“Pasar masih wait and see kebijakan trade war dari Trump. Tanggal 1–2 November nanti itu juga ditunggu pasar, apakah AS akan menerapkan penambahan tarif lagi kalau China tidak setuju dengan negosiasi,” ujarnya.
Meski demikian, ia memperkirakan dampak kebijakan tersebut terhadap pasar keuangan Indonesia tidak akan terlalu besar, karena sebagian besar sudah diantisipasi pasar.
Selain faktor eksternal, David memperkirakan prospek penurunan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang diputuskan pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) di tanggal 28-29 Oktober mendatang juga dapat menjadi katalis positif bagi aliran dana asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Biasanya kalau The Fed turunkan bunga, emerging market jadi lebih menarik,” ujar David.
Ia juga memprediksi, rupiah akan cenderung stabil pada kisaran Rp 16.600–Rp 16.800 per dolar AS hingga akhir tahun serta mendukung membaiknya iklim investasi. Sentimen yang akan mendorong penguatan rupiah disebut David salah satunya penerbitan Dim Sum Bond pada Kuartal IV-2025, dan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) atau Foreign Direct Investment (FDI).
Baca Juga: Sejumlah Kebijakan Menkeu Purbaya Dinilai Tidak Tepat Secara Momentum, Ini Alasannya
Selanjutnya: Ini Sentimen yang Mempengaruhi Aliran Modal Asing Masuk di Kuartal IV-2025
Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Terkoreksi, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (27/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













