Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan eceran pada bulan Januari 2020 masih mengalami kontraksi meski tak sedalam kontraksi bulan sebelumnya. Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2020 yang sebesar 217,5 atau turun 0,3% yoy.
Ini membaik dari kontraksi akhir Desember lalu yang sebesar 0,5% yoy.
Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy, ini disebabkan oleh faktor musiman. Menurutnya, biasanya konsumsi masyarakat pada bulan Januari memang akan turun setelah pada bulan Desember melakukan kegiatan konsumsi yang lebih banyak.
Baca Juga: Mengukur kemampuan Indonesia Kendaraan Terminal (IPCC) kalau buyback saham
Akan tetapi, penurunan penjualan ritel pada Januari 2020 ini menurutnya juga tak lepas dari pengurangan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat.
"Kalau dari masyarakat menengah ke bawah ini karena penyaluran bantuan sosial (bansos) yang mengalami perubahan penyaluran sehingga mereka tidak memiliki tambahan dana untuk konsumsi. Sementara kalau masyarakat menengah ke atas lebih memilih untuk berinvestasi," kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (10/3).
Sementara untuk selanjutnya, hasil survei BI juga memperkirakan bahwa penjualan eceran masih akan terkontraksi pada Februari 2002, bahkan lebih dalam. Ini terlihat dari IPR bulan Februari 2020 yang sebesar 214,0 atau kembali terkontraksi 1,9% yoy.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), kontraksi penjualan eceran pada Februari 2020 disebabkan oleh para konsumen yang memperkirakan harga dalam 3 bulan ke depan yang cenderung meningkat.
Baca Juga: Hadapi penyebaran virus corona, BTN siapkan business continuity plan
"Ini karena terganggunya aktivitas impor bahan baku dari China. Dampak Corona Virus. Selain itu, ada juga momen Ramadhan dan Lebaran yang biasanya harga naik," kata Bhima.
Selain itu, ini juga berasal dari faktor kelas menengah yang mendapat bonus atau insentif akhir tahun yang semakin berkurang sehingga mereka masing menahan konsumsi, termasuk juga untuk berbelanja di ritel.
Baca Juga: Tesla berencana meningkatkan kapasitas produksi suku cadang mobil di China
Sementara dari masyarakat kelas atas, penurunan ekspektasi penjualan ritel disebabkan oleh mereka yang cenderung untuk menunda konsumsi dan mengalihkan uangnya untuk berinvestasi ke aset-aset yang aman seperti surat utang atau emas.
Yusuf juga menambahkan bahwa ini merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah karena hasil penjualan eceran ini berhubungan dengan konsumsi masyarakat, dan tentunya bisa berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apalagi, konsumsi merupakan motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi.
Oleh karenanya, diharapkan usaha pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat sehingga roda konsumsi tetap berjalan. Untuk saat ini, ia pun mengapresiasi langkah pemerintah yang hadir memberikan insentif, seperti yang terbaru berupa insentif fiskal penundaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News