kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penyebab minimnya swasta di proyek infrastruktur


Selasa, 25 Juli 2017 / 18:59 WIB
Penyebab minimnya swasta di proyek infrastruktur


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Presiden World Bank Group Jim Yong Kim merekomendasikan agar pemerintah Indonesia tidak menempatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk bersaing langsung dengan swasta.

Menurutnya, perlu melakukan reformasi BUMN dan mendorong peran swasta lebih besar dalam pembangunan infrastruktur. Hal tersebut dilakukan agar BUMN dan swasta bisa berkompetisi secara sehat sehingga pendanaan proyek infrastruktur menjadi lebih efisien.

Pengamat BUMN yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu berpendapat, peran BUMN dalam proyek infrastruktur di tanah air merupakan bagian dari amanat konstitusi. Said bilang, menghilangkan peran BUMN tidak bisa dilakukan, tetapi BUMN juga tidak bisa menguasai seluruhnya.

Saat ini lanjut dia, banyak proyek infrastruktur yang telah dibuka untuk swasta. Misalnya, proyek-proyek di sektor pelabuhan, kereta, komunikasi, perbankan, hingga bandara.

"Sekarang swasta kok enggak masuk-masuk? Kalaupun masuk, tetap mau kerja sama dengan BUMN, walaupun secara undang-undang sudah dibuka," kata dia kepada KONTAN, Selasa (25/7).

Ia mencontohkan, pembangunan Tol Trans Sumatera yang sepi peminat meski telah dilakukan lelang.

Minimnya peran swasta lanjut dia, mendorong pemerintah untuk memberikan injeksi modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN sejak beberapa tahun terakhir.

Said menduga, minimnya peran swasta dalam pembangunan infrastruktur di Tanah Air lantaran kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan tidak memberikan kenyamanan bagi investor. Bahkan, kebijakan pemerintah selalu berubah setiap pergantian Presiden.

"Contohnya blok masela yang sudah kontrak tetapi diubah. Freeport berubah-ubah tidak jelas. Dan itu perusahaan besar semua. Kereta api cepat juga langsung diserahkan ke China tanpa ba bi bu. Itu takut sekali swasta," kata Said.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×