kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penyaluran kredit masih lemah, BI: Permintaan dari korporasi masih belum kuat


Kamis, 21 November 2019 / 18:00 WIB
Penyaluran kredit masih lemah, BI: Permintaan dari korporasi masih belum kuat
ILUSTRASI. Kantor pusat Bank Indonesia di Jakarta, (17/1). BI menilai masih belum meningkatnya penyaluran kredit perbankan tak lepas dari peran korporasi. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai masih belum meningkatnya penyaluran kredit perbankan tak lepas dari peran korporasi. Ini didorong oleh masih belum kuatnya permintaan kredit dari sisi korporasi.

Padahal menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, faktor dari sisi penawaran masih cukup kondusif, yaitu dengan kondisi likuiditas yang cukup, suku bunga yang menurun, dan lending standard perbankan yang mengendor.

Baca Juga: Bank Indonesia tahan suku bunga acuan di level 5%

Perry pun membeberkan hasil survei BI. Menurutnya, keadaan ini masih akan berlangsung hingga tahun 2020. Hal ini dengan melihat masih banyaknya korporasi yang belum merencanakan untuk berinvestasi dan masih fokus untuk mengkonsolidasi mengenai kondisi keuangan Indonesia.

"Yang masih ragu-ragu sebanyak 53%, sementara yang sudah merencanakan untuk investasi baru sekitar 47%," kata Perry pada Kamis (21/11) di Jakarta.

Selain itu, hasil survei BI juga menunjukkan bahwa korporasi masih menggunakan modal sendiri dalam kegiatan produksinya. Sebanyak 80% dari kebutuhan pendanaan korporasi masih mengandalkan dari return dan dari laba yang ditahan.

Baca Juga: Bankir akui gap antara laju kredit dan DPK mulai menyempit

selama ini sebanyak 80% dari kebutuhan pendanaan korporasi masih berasal dari modal sendiri, return, dan dari laba yang ditahan.

Belum siapnya korporasi untuk berinvestasi dan produksi yang masih belum meningkat ini juga tercermin dari penurunan impor bahan baku. Selama dua kuartal pertama di tahun 2019 ini memang tercatat impor barang modal serta barang baku Indonesia menurun.

Memang tercatat ada perbaikan pada kuartal III-2019, tetapi perbaikan kinerja ini dinilai masih belum kuat.

Selain masalah kredit yang belum menguat, BI juga melihat ada masalah pembiayaan pasar modal dan utang luar negeri (ULN) yang masih tumbuh tetapi tidak sekuat tahun-tahun berikutnya. Ini yang akhirnya membuat korporasi ragu untuk menambah produk investasi.

"Mereka berpikiran bakal seberapa besar tingkat hasilnya sehingga bisa menutup biaya dari modal baik perbankan maupun sisi pasar modal dan ULN" tambah Perry.

Baca Juga: BI tahan suku bunga, rupiah ditutup menguat tipis

Meski begitu, BI melihat bahwa kondisi ekonomi ke depan akan membaik sehingga ini akan memperkuat prospek ekonomi dan minat korporasi. BI pun akan berusaha untuk terus memberi sinyal dengan kebijakan yang akomodatif untuk menurunkan suku bunga, mengendorkan kembali likuiditas, dan mengendorkan kebijakan makroprudensial.

Selain itu, BI juga akan terus meyakinkan perbankan untuk juga menyambut cepat pelonggaran kebijakan yang telah dilakukan oleh BI. "It's time to produce, to invest, dan ekonomi kita akan naik. Itu yang akan kami yakinkan," tandas Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×