Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja impor Indonesia masih rentan. Kondisi tersebut perlu diwaspadai lantaran menjadi tanda bahwa ekonomi negeri ini belum sekuat yang diperkirakan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor pada bulan laporan sebesar US$ 18,88 miliar atau turun 3,53% month to month (mtm) dan terkontraksi cukup dalam sebesar 14,77% year on year (yoy). Penurunan terjadi pada dua kelompok penyumbang impor terbesar.
Pertama, impor bahan baku atau penolong yang tercatat sebesar sebesar US$ 13,34 miliar, turun 4,13% mtm dan turun 20,39% yoy.Pelak
sana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar menyebut, penurunannya dipicu komoditas minyak mentah, kondensat dan bagian dari sirkuit terpadu elektronik. Adapun penurunan terbesar terjadi pada impor bahan bakar mineral (HS 27) dan impor besi dan baja (HS 72).
Baca Juga: Simak Proyeksi Pergerakan Rupiah pada Senin (18/9) Hari Ini
Kedua, impor barang modal tercatat US$ 3,40 miliar, turun 4,56% mtm dan terkontraksi 3,97% yoy.
Penurunan ini disebabkan penyusutan impor smartphone, peralatan mesin, mesin diverging, serta unit pemrosesan lain untuk komputer pribadi. Impor dua kelompok barang tersebut berkontribusi besar terhadap total impor Indonesia dan mencerminkan kinerja perekonomia domestik lantaran sebagian besar kebutuhan bahan baku dan barang modal di dalam negeri masih harus dipenuhi dari luar negeri.
Sementara itu, nilai impor barang konsumsi tercatat US$ 2,14 miliar. Angka ini naik tipis 2,19% mtm dan tumbuh 15,47% yoy. Namun kontribusinya terhadap total impor sangat rendah.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menilai, penurunan impor bahan baku dan impor barang modal pada Agustus 2023 disebabkan faktor luar negeri. "Ini disebabkan penurunan harga komoditas dan pelemahan permintaan dari negara tujuan ekspor Indonesia," terang dia kepada KONTAN, Minggu (17/9).
Baca Juga: Ini Kata Ekonom Soal Penurunan Impor Bahan Baku dan Barang Modal Indonesia
Mengingat barang yang diekspor Indonesia juga sebagian bahan baku dan barang modalnya didatangkan dari luar negeri. Alhasil, kondisi itu mempengaruhi kinerja impor pada bulan lalu.
Meski demikian, Andry menyebutkan impor Indonesia ke depan berpeluang naik, yang didorong oleh beberapa indikator positif dari negara mitra dagang utama. Misalnya China, dengan PMI Manufaktur pada Agustus 2023 yang kembali ke zona ekspansi atau di level 51,0.
Optimistis naik
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengungkapkan, penurunan impor pada Agustus 2023 bukan momok yang perlu diwaspadai. Menurut dia, penurunan ini hanya faktor yang datang dari tren yang terjadi di luar negeri, yaitu perekonomian global yang sedang sulit, sehingga permintaan dari negara mitra dagang Indonesia yang berkurang.
"Apa yang Indonesia ekspor ini membutuhkan bahan baku yang diimpor, sehingga dengan kondisi ini turut mempengaruhi kinerja impor bahan baku dan barang modal," terang dia.
Faiz masih optimistis bahwa aktivitas dalam negeri masih bergeliat dan menunjukkan permintaan dalam negeri Indonesia masih kuat. Ini terlihat dari data BPS, yang menyebutkan, meski impor bahan baku dan barang modal turun, nilai impor barang konsumsi tetap mencatatkan peningkatan. "Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat masih kokoh. PMI Manufaktur juga masih ekspansi," tambah dia.
Baca Juga: Begini Arah Pergerakan IHSG di Pekan FOMC The Fed dan RDG BI
Faiz melihat, nilai impor ke depan akan terus meningkat. Kondisi ini seiring dengan aktivitas ekonomi dalam negeri yang akan makin membaik.
Sedangkan nilai ekspor diperkirakan tak akan naik signifikan lantaran harga komoditas yang melandai bisa menjegal pertumbuhan ekspor.
Ramalan Faiz, neraca perdagangan Indonesia di sepanjang tahun 2023 akan tetap surplus di kisaran US$ 28 miliar hingga US$ 32 miliar, atau menyusut dibandingkan surplus sepanjang 2022 sebesar US$ 54,46 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News