Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Menurut Aloy, di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) masih dibatasi untuk pekerjaan tertentu. Namun, yang masih jadi kebimbangan para pengusaha adalah masa kontrak pekerja dengan status PKWT. Oleh sebab itu, pengusaha masih menantikan aturan turunan UU Cipta Kerja yang berupa peraturan pemerintah (PP).
"Kemudian yang jadi ramai adalah kalau yang dulu ada batasnya, maksimal 2 tahun, perpanjangan 1 tahun dan seterusnya. Nah dengan undang-undang yang baru itu memang hal ini belum diatur. Tetapi diamanatkan dalam undang-undang ini nanti harus ada PP turunan yang akan mengatur PKWT itu bisa berapa lama," ujar dia.
Baca Juga: Ada insentif royalti 0% di UU Cipta Kerja, bagaimana efek ke emiten batubara?
Dengan demikian, UU Cipta Kerja meski telah disahkan kendati belum dapat diimplementasikan. Sembari menantikan PP yang tersebut. "Jadi itu sebabnya saya katakan bahwa hanya dengan undang-undang ini, itu belum bisa jalan. Undang-undang ini harus dibuatkan PP-nya untuk lebih mendetilkan. Mungkin saja akhirnya pemerintah mengatakan tetap 2 tahun, perpanjangan masa 1 tahun," ucap dia.
Sebagai informasi, dalam pasal UU Nomor 13 Tahun 2003 secara eksplisit mengatur PKWT. PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha atau perusahaan untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk jenis pekerjaan tertentu.
Baca Juga: Hotman Paris beberkan Omnibus Law Cipta Kerja baik bagi buruh, ini faktanya
Dalam perjanjian PKWT juga mengatur kedudukan atau jabatan, gaji atau upah pekerja, tunjangan serta fasilitas apa yang didapat pekerja dan hal-hal lain yang bersifat mengatur hubungan kerja secara pribadi. Perusahaan hanya bisa melakukan kontrak kerja perjanjian PKWT paling lama 3 tahun.