kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengusaha kurir belum ikut bahas pajak e-commerce


Selasa, 10 Oktober 2017 / 21:17 WIB
Pengusaha kurir belum ikut bahas pajak e-commerce


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah menyusun aturan pajak untuk bisnis jual beli online (e-commerce). Aturan tersebut akan terbit dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ditargetkan rampung dalam waktu dekat.

Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak Arif Yanuar menyatakan, diskusi di tataran Kementerian Keuangan sampai saat ini yang masih menjadi pembahasan adalah siapa pihak yang memungut dan siapa pihak yang menyetor.

“Apakah pihak market place atau penerima pembayaran? Masih jadi pembahasan kami,” katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (10/10).

Ia melanjutkan, yang dimaksud penerima pembayaran ini ialah penyedia jasa kurir. “Itu salah satu alternatif yang sedang dibahas (jasa kurir),” ujarnya.

Namun demikian, hal ini ternyata belum dikomunikasikan kepada pelaku usaha. Direktur Utama JNE Muhammad Feriadi mengatakan, pihak Ditjen Pajak sendiri memang belum mengajak bicara soal ini, “Belum pernah (ajak bicara),” ujarnya kepada KONTAN, Selasa.

Ia mengatakan, yang selama ini dipahami oleh pelaku usaha jasa kurir adalah PPN untuk jasa kurir yang tarifnya sebesar 1%. Nah, apabila pihak kurir harus memungut PPN bagi barang yang dibeli secara online, ia mempertanyakan dari sisi mana pajak harus diambil.

“Kalau kami sebagai penyedia jasa harus memungut PPN bagi pembelian online, itu maksudnya dari pihak penjual atau pembeli?” ucapnya. Namun demikian, Feriadi mengaku akan menelusuri lebih jauh soal pajak untuk sektor e-commerce ini.

Sebelumnya, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi bilang, tidak akan ada objek baru dalam aturan anyar itu nantinya. Menurut dia, PMK itu akan mengatur lebih kepada tata cara pemungutan atau pembayaran pajaknya sehingga tidak ada subjek dan objek pajak baru.

Saat ini pelaku bisnis jual beli online sendiri dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang yang dijual. Tarif PPN sendiri adalah sebesar 10%.

Ken mengungkapkan, dalam tata cara pungutan PPN, Ditjen Pajak akan melibatkan pihak ketiga, seperti toko online itu sendiri sampai jasa kurir.

"Kita menciptakan pemungut saja. Misalnya jualan lewat platform A, maka yang punya platform ini yang potong pajaknya. Nanti ditunjuk sebagai pemotong, simpel kan," katanya. Itu berarti, bila Anda berjualan misalnya lewat Lazada, Tokopedia, atau Blibli.com, maka pihak itulah yang akan memungut pajak Anda.

Nah, hal ini juga bisa dilakukan oleh perusahaan jasa kurir, "Kalau cash on delivery (COD), yang nganterin (jasa kurir) yang motong pajak. Jasa kurir kan pakai platform juga," jelasnya.

Ken mengaku juga sudah bertemu dengan pelaku e-commerce soal kebijakan ini. Menurut Ken, permintaan pengusaha adalah tata cara pembayaran pajak yang sederhana.

Mereka minta sesederhana mungkin, tidak merepotkan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×