Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah menyusun aturan mengenai pajak untuk bisnis jual beli online (e-commerce). Aturan tersebut akan terbit dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ditargetkan rampung dalam waktu dekat.
Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak Arif Yanuar menyatakan, pembahasan di tataran Kementerian Keuangan saat ini adalah menentukan pihak pemungut dan penyetor.
“Apakah pihak market place atau penerima pembayaran? Ini masih jadi pembahasan kami,” katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (10/10).
Dia melanjutkan, yang dimaksud penerima pembayaran ini ialah penyedia jasa kurir. “Itu salah satu alternatif yang sedang dibahas (jasa kurir),” ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, tidak akan ada objek baru dalam aturan anyar itu nantinya. Menurut dia, PMK itu akan mengatur lebih kepada tata cara pemungutan atau pembayaran pajaknya sehingga tidak ada subjek dan objek pajak baru.
Saat ini pelaku bisnis jual beli online sendiri dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang yang dijual. Tarif PPN sendiri adalah sebesar 10%.
Ken mengungkapkan, dalam tata cara pungutan PPN, Ditjen Pajak akan melibatkan pihak ketiga, seperti toko online itu sendiri sampai jasa kurir. Pihak ketiga itu, menurut Ken, berperan untuk memungut serta melaporkan pajak.
"Kita menciptakan pemungut saja. Misalnya jualan lewat platform A, maka yang punya platform ini yang potong pajaknya. Nanti ditunjuk sebagai pemotong, simpel kan," katanya. Itu berarti, bila Anda berjualan misalnya lewat Lazada, Tokopedia, atau Blibli.com, maka pihak itulah yang akan memungut pajak Anda.
Nah, hal ini juga bisa dilakukan oleh perusahaan jasa kurir, "Kalau cash on delivery (COD), yang nganterin (jasa kurir) yang motong pajak. Jasa kurir kan pakai platform juga," jelasnya.
Diskusi pajak e-commerce masih berkutat pada siapa yang memungut dan menyetor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News