Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu pengurus PKPU PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) Irfan Aghasar menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak pasif atas proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang kini tengah dijalani Sunprima.
Hal ini terkait informasi yang diberikan oleh OJK kepada pengurus PKPU pada 17 Mei 2018. Irfan mengaku ketika bertemu Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK, ia diberitahu bahwa izin Sunprima belum dibekukan.
"Kami menyayangkan, kenapa ketika datang pada 17 Mei 2018, ternyata izin usaha SNP Finance sudah dibekukan. Padahal, pada saat itu OJK mengatakan belum dibekukan dan akan mengambil langkah-langkah. Terus saya tanyakan OJK fungsinya apa? Sebagai pengawas Anda pasif atau aktif? Jawabannya adalah menerima dan menerima saja atau pasif," katanya seusai rapat kreditur PKPU Sunprima di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Senin (4/6).
Lantaran informasi yang salah ini, Irfan merasa kebingungan, sebab kini dengan dicabutnya izin usaha, kini Sunprima hanya akan mengandalkan dana koleksinya, dan tak bisa melanjutkan usahanya (Going concern).
"Kalau itu diberitahu sudah dibekukan saya pasti sounding dengan kreditur. Tapi karena pada saat itu tidak ada omongan pembekuan usaha dari OJK, ini membingungkan untuk pengurus PKPU. Mengandalkan dana hasil koleksi yang sudah keluar sebelum dibekukan pun maka bisa dihitung dan ada titik habisnya. Sementara sebagai pengurus, bagaimana kepentingan kreditur agar uangnya bisa kembali. Dari sisi debitur agar bisa kembali berbisnis," jelasnya.
Meski demikian, Irfan juga menyatakan bahwa upaya going concern memang bulan sati-satunya opsi. Ia menyebutkan banyak skema yang dapat dilakukan Sunprima sebagai debitur dalam PKPU. Misalnya penambahan modal oleh pemegang saham, atau adanya investor.
Sebelumnya, Corporate Secretary Sunprima Ongko Purba Dasuha ada tiga investor yang menaksir Sunprima. Ia menyebut, ada dua yang berasal dari China yang merupakan perusahaan investasi dan satu lagi dari Jepang yang merupakan perusahaan ritel.
Salah satu investor dari China tersebut adalah HC Investment yang berminat membeli sekitar 40%-50% saham SNP Finance dengan nominal sekitar US$ 70 juta hingga US$ 100 juta. Saat ini rencana tersebut sedang dalam tahap perizinan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun di samping itu, yang menarik justru ketertarikan asing pasca SNP Finance tersandung kasus gagal bayar medium term notes (MTN) juga macetnya kredit yang diberikan oleh sejumlah perbankan.
"Tepatnya setelah kami ditetapkan saat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), mereka menyatakan minat," kata Ongko saat menyambangi kantor Kontan.co.id, Senin (4/6).
Sementara dalam proses PKPU ini, Sunprima ditetapkan memiliki tagihan senilai Rp 4,07 triliun yang berasal dari 14 kreditur separatis (dengan jaminan) dengan tagihan Rp 2,22 triliun, dan 336 pemegang MTN dengan tagihan Rp 1,85 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News