Reporter: Adinda Ade Mustami, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah memastikan, pengecualian pembatasan rasio utang terhadap modal perusahaan alias Debt to Equity Ratio (DER) hanya untuk dua sektor. Yakni, sektor perbankan dan sektor perusahaan yang punya perjanjian kerja sama yang tertuang dalam Kontrak Karya (KK).
KK umumnya milik perusahaan tambang generasi I. Dengan demikian, keinginan sejumlah pelaku usaha di sektor infrastruktur mendapatkan pengecualian aturan DER tak terwujud. "Tidak ada sektor lain yang dikecualikan. Hanya dua sektor tadi," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Kamis (11/6).
Bambang juga memastikan, payung hukum aturan ini berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) akan diterbitkan pada Juni ini. Saat ini, draf PMK dalam proses finalisasi. "Insya Allah (diterbitkan Juni), tapi baru akan berlaku mulai 1 Januari 2016," imbuh Bambang.
Jika aturan ini berlaku, lanjut Bambang, utang perusahaan swasta akan dibatasi menjadi 4:1 atau 80% utang dan 20% modal. Jadi, jika utang perusahaan di atas 80% dari equity (modal), kelebihannya tidak bisa dihitung sebagai pengurang pajak.
Utang itu adalah seluruh utang perusahaan, baik utang luar negeri (ULN) dan dalam negeri. Pengecualian DER terhadap sektor keuangan perbankan dan sektor yang memiliki KK seperti pertambangan dan minyak, karena batasan utang kedua sektor tersebut telah ada payung hukum sendiri.
Sektor perbankan, misalnya, batasan utangnya telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank.
Sebelumnya, Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs, bilang, DER bukan satu-satunya indikator untuk unsur kehati-hatian. Unsur lain yang perlu dilihat salah satunya adalah lindung nilai atau hedging. “Jadi perlu dilihat aturan lain juga," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News