kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45865,60   3,93   0.46%
  • EMAS1.361.000 -0,51%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak HWI Dinilai Belum Optimal, Ini Penyebabnya


Kamis, 06 Juni 2024 / 09:57 WIB
Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak HWI Dinilai Belum Optimal, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Pemerintah prioritaskan pengawasan atas WP High Wealth Individual (HWI) dan WP group ke dalam kebijakan teknis pajak yang dilanjutkan pada 2025.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka penguatan basis perpajakan, Pemerintah memasukkan prioritas pengawasan atas Wajib Pajak (WP) High Wealth Individual (HWI) dan WP group ke dalam kebijakan teknis pajak yang dilanjutkan pada 2025.

"Penguatan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi dengan melakukan... prioritas pengawasan atas WP High Wealth Individual (HWI) beserta WP Group, transaksi afiliasi dan ekonomi digital," tulis dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, dikutip Kamis (6/6).

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan, kebijakan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) HWI memang menjadi salah satu fokus reformasi regulasi dan fokus pengawasan kepatuhan. Namun, dirinya menilai pengawasan tersebut belum sepenuhnya optimal dilakukan oleh otoritas pajak.

"Pengawasan kepatuhan WPOP khususnya HWI belum optimal selama ini. Sebagai bukti, kebijakan amnesti pajak sudah bergulir 2 kali, meskipun penamaannya berbeda. Tapi, substansinya sama karena ada offshore tax evasion WPOP," kata Prianto kepada Kontan, Selasa (4/6).

"Makanya, kebijakan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) menyasar Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Selain itu, kebijakan integrasi NPWP ke NIK juga menyasar WP OP," sambungnya.

Baca Juga: Sudah Ada 73,59 Juta NIK yang Padan dengan NPWP Per Awal Juni 2024

Ia menyebutkan, kebijakan pemadanan NIK dan NPWP ini menjadi cara efektif untuk pengawasan kepatuhan WPOP, khususnya HWI. 

Selain itu, Prianto menerangkan fokus pengawasan HWI dapat dilihat dari amandemen Undang-Undang (UU) pajak melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

Menurutnya, amandemen untuk PPh OP bisa dilihat dari tiga hal. Pertama, perluasan objek pajak berupa imbalan natura atau kenikmatan. Kedua, penambahan tarif 35% untuk PPh OP. Ketiga, integrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Pengawasan menjadi faktor esensial karena penerapan sistem pajak berbasis self assessment system. Ujung dari pengawasan adalah intensifikasi penerimaan pajak. Jadi, pengawasan kepatuhan HWI dapat mengerek penerimaan pajak," ujarnya.

Prianto juga menambahkan banyak negara maju mengandalkan penerimaan PPh di sektor PPh OP, khususnya HWI. Tapi, di Indonesia sektor PPh badan masih dominan.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan pengawasan wajib pajak HWI dilakukan melalui pengawasan wajib pajak berdasarkan tingkat risiko ketidakpatuhan menggunakan alat Compliance Risk Management (CRM).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti mengatakan ada tiga kategori risiko ketidakpatuhan pada CRM, yakni tinggi, sedang, dan rendah. Setiap wajib pajak akan ditangani sesuai dengan tingkat risiko ketidakpatuhannya, termasuk juga wajib pajak HWI.

Baca Juga: Pemerintah Perkuat Basis Pajak Lewat Pengawasan HWI, Pengamat Soroti Hal Ini

"Pengawasan kepatuhan wajib pajak menggunakan tools CRM diharapkan dapat berdampak positif pada capaian penerimaan pajak," kata Dwi kepada Kontan, Kamis (6/6).

Adapun, lanjut Dwi, wajib pajak HWI tersebar pada beberapa kantor vertikal DJP di seluruh Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×