Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka penguatan basis perpajakan, pemerintah memasukkan prioritas pengawasan atas Wajib Pajak (WP) High Wealth Individual (HWI) dan WP grup ke dalam kebijakan teknis pajak yang dilanjutkan pada 2025.
"Penguatan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi dengan melakukan... prioritas pengawasan atas WP High Wealth Individual (HWI) beserta WP Group, transaksi afiliasi dan ekonomi digital," tulis dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, dikutip Kamis (6/6).
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyoroti upaya pengenaan pajak terhadap HWI atau pajak orang super kaya masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh otoritas pajak.
Fajry menerangkan, masih ada ada harta WP di luar negeri yang masih belum diungkap ke otoritas pajak. Hal ini terlihat dari data realisasi Program Pengungkapan Sukarela (PPS) khususnya repatriasi dan deklarasi luar negeri dibandingkan dengan data Automatic Exchange of Information (AEOI).
Baca Juga: Ini Strategi Pemerintah Kejar Penerimaan di 2025, Terapkan Pajak Global dan Core Tax
"Tentunya, harta ini milik HWI. Ini menjadi potensi penerimaan pajak dan mampu meningkatkan penerimaan pajak," kata Fajry kepada Kontan, Selasa (4/6).
Fajry menambahkan, dengan program amnesti pajak dan PPS, sebagian besar harta kelompok HWI sebenarnya sudah masuk ke dalam sistem otoritas pajak. Begitu juga dengan AEOI yang memberikan informasi terkait kepemilikan aset di luar negeri.
Sementara itu, dokumen KEM-PPKF juga menyebutkan penguatan basis perpajakan dilakukan melalui beragam cara. Pertama, penambahan jumlah WP serta perluasan edukasi perpajakan untuk mengubah perilaku kepatuhan pajak.
Kedua, penguatan pengawasan pajak dan law enforcement. Ketiga, peningkatan kerja sama perpajakan internasional. Dan keempat, pemanfaatan digital forensik.
Di samping penguatan basis perpajakan, pemerintah juga akan menjalankan empat kebijakan teknis pajak lainnya, antara lain, pertama, integrasi teknologi dalam rangka penguatan sistem perpajakan dengan melanjutkan implementasi Core Tax Administration System (CTAS) dalam pengelolaan administrasi perpajakan serta melakukan penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4) berbasis risiko.
Kedua, penguatan organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai respons atas perubahan kegiatan ekonomi masyarakat.
Baca Juga: Beban Kelas Menengah Makin Bertambah Akibat Banyaknya Jenis Iuran dan Potongan Gaji
Ketiga, implementasi kebijakan perpajakan sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Keempat, pemberian insentif fiskal yang terarah dan terukur.
Selain itu, optimalisasi penerimaan perpajakan juga didukung dengan kebijakan teknis kepabeanan dan cukai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News