Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah memperketat pengawasan pengusaha air dalam melakukan pengusahaan air tanah.
Pengetatan pengawasan tersebut mereka lakukan melalui penerbitan PP No. 121 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air.
Dalam Pasal 43 ayat 2 pp yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo 28 Desember 2015 lalu, pengetatan pengawasan usaha air tanah dilakukan dengan beberapa cara.
Salah satunya, dengan mewajibkan setiap pengusaha pemegang ijin pengusahaan air tanah untuk memasang meteran air pada setiap sumur produksi yang mereka gunakan untuk pengusahaan air tanah.
Selain memasang meteran, mereka juga diwajibkan untuk melaporkan debit pengusahaan air tanah tempat usaha mereka kepada gubernur setiap bulan.
Kalau kewajiban tersebut tidak dipatuhi, pemerintah melalui Pasal 54 pp yang sama, akan memberikan sanksi.
Sanksi akan diberikan dalam bentuk; peringatan tertulis, penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan, atau pencabutan ijin usaha.
Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan, pengetatan pengawasan dalam pp tersebut merupakan hal baru.
"Sebelumnya di pemerintah daerah, ada yang menerapkannya ada yang tidak," katanya di Istana Senin (11/1).
Basuki mengatakan, tambahan kewajiban tersebut dilakukan untuk mencegah berulangnya kasus penyalahgunaan ijin pengeboran air.
Menurutnya, sebelum UU Sumber Daya Air dibatalkan oleh MK beberapa waktu lalu, ada perusahaan di Klaten yang menyedot air tanah melebihi ijin telah diberikan kepada mereka.
"Ijin misal 18 meter kubik per detik, tapi tahu- tahu dapat 30 meter kubik per detik, itu kan tidak boleh," katanya.
Basuki berharap, pengetatan pengawasan pemanfaatan ijin pengusahaan air ini ke depan bisa membuat pengawasan pengusahaan air menjadi lebih mudah dan baik.
"Karena ini amanat putusan MK saat putusan sidang uji materi UU Sumber Daya Air," katanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News