kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Wajar jika RUU Minerba mendapat gugatan dari banyak pihak


Selasa, 26 Mei 2020 / 18:21 WIB
Pengamat: Wajar jika RUU Minerba mendapat gugatan dari banyak pihak
ILUSTRASI. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif (kanan) terkait RUU Minerba


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, sehingga hampir pasti akan ada gugatan terhadap beleid tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Pengamat Hukum Energi dan Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menganggap wajar apabila RUU Minerba akan segera digugat begitu resmi ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham).

Presiden memiliki batas waktu 30 hari sejak RUU Minerba diserahkan oleh DPR RI untuk menandatangani beleid tersebut. “Ada kemungkinan kurang dari 30 hari RUU Minerba akan ditandatangani oleh Presiden,” kata Redi, Selasa (26/5).

Baca Juga: UU Minerba baru, ini 2 poin yang menjadi perhatian Asosiasi Penambang Nikel (APNI)

Ia pun menilai RUU Minerba cacat secara formalitas dan substansi. Dari segi formalitas, pembahasan RUU Minerba hanya melibatkan pemerintah dan DPR RI. Di sisi lain, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sama sekali tidak dilibatkan dalam pembahasan beleid tersebut.

“Tidak ada Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari DPD, makanya ini tidak sesuai prosedur,” ujarnya.

Selain itu, RUU Minerba juga menyalahi aspek carry over atau mekanisme pelimpahan pembahasan. Syarat carry over adalah pembahasan suatu peraturan atau undang-undang sudah pernah dilakukan di periode DPR RI sebelumnya.

Pada kenyataannya, DIM RUU Minerba baru diserahkan pemerintah pada September 2019 atau di penghujung masa kerja DPR RI periode 2014-2019. Pembahasan pun baru sempat dilakukan oleh DPR RI periode 2019-2024.

Dari sisi substansi, ada sejumlah poin di RUU Minerba yang bermasalah. Salah satunya adalah perpanjangan izin kontrak dan luas wilayah tambang minerba yang mana terdapat perubahan frasa ‘dapat diperpanjang’ menjadi ‘dijamin’.

Redi menilai, terdapat banyak frasa bermakna jaminan di dalam RUU Minerba yang cenderung mempermulus langkah pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

“Dalam konteks norma hukum, keberadaan jaminan ini tidak sesuai dengan pembentukan UU. Sebab, ada potensi monopoli kegiatan usaha oleh perusahaan non BUMN,” ungkap dia.

Baca Juga: DPR: Tidak puas dengan revisi UU Minerba, silakan gugat ke MK!

Di samping itu, perizinan usaha yang diatur dalam RUU Minerba juga cenderung sentralistik. Dalam hal ini, izin tambang hanya melibatkan pemerintah pusat. Namun di sisi lain, pemerintah daerah tetap ditugaskan memastikan penerbitan izin pendukung kegiatan tambang, seperti izin pembebasan lahan dan izin lingkungan.

“Padahal, seusai amanat UUD 1945, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus selaras,” pungkas Redi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×