Reporter: Martyasari Rizky | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Panitia Kerja (Panja) mengusulkan untuk mengurangi anggaran subsidi energi menjadi Rp 159,9 triliun dari postur sementara Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2019).
Hal ini diperkirakan tidak akan cukup, karena didorong oleh faktor naiknya harga minyak mentah dunia dan terjadinya pelemahan rupiah. "Saya kira ini tidak akan cukup, jika dana subsidi itu akan dipotong oleh panja. Saat ini, untuk LPG 3 kg dan Tarif Dasar Listrik (TDL) masih ditahan harganya, sedangkan untuk biaya produksinya bertambah. Sehingga, jika dikurangkan ini tentu akan berdampak kepada PLN maupun Pertamina," ujar Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, Minggu (21/10)
Terkait hal tersebut, jika anggaran untuk subsidi energi dikurangkan, hal ini dinilai akan berdampak kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Karena, baik itu PLN maupun Pertamina yang akan menanggung kerugian ataupun selisih harga untuk premium, solar, LPG 3kg, sampai dengan TDL.
"Anggaran untuk subsidi ini harusnya dipertahankan, bahkan kalau bisa seharusnya ditambah. Karena sudah terlalu besar yang ditanggung ke dua BUMN ini. Tetapi, kalau pun memang tidak bisa ditambahkan, seharusnya dengan kondisi yang seperti sekarang ini tidak dikurangi, paling tidak sama lah dengan anggaran tahun ini," ujar Mamit kembali.
Di sisi lain, ditengah rencana pemerintah untuk mengurangi anggaran subsidi energi, sampai dengan tahun 2019 pemerintah juga belum berencana untuk menaikkan harga dari barang-barang yang masuk dalam kategori public service obligation.
Mamit juga memperkirakan, "Kalau memang seperti ini, di tengah kondisi harga minyak mentah terus mengalami kenaikan, dan rupiah yang lemah terhadap dollar AS. Saya kira untuk anggaran tahun 2019 tidak akan cukup, apalagi dengan tingkat masyarakat Indonesia yang tergolong konsumtif energi, jadi ini akan agak berat jika anggarannya dikurangkan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News