kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Politisi dinilai aneh jika menginginkan kembali seperti ke zaman Orde Baru


Kamis, 22 November 2018 / 16:49 WIB
Pengamat: Politisi dinilai aneh jika menginginkan kembali seperti ke zaman Orde Baru
ILUSTRASI. Titiek Soeharto dan Tommy Soeharto


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Politisi dinilai aneh jika menginginkan kembali seperti ke zaman Orde Baru. Sebelumnya politisi Partai Berkarya, Titik Soeharto yang juga anak mantan Presiden Soeharto kini sibuk menggaungkan kehebatan Orde Baru.

Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menganggap, politisi Partai Berkarya sekaligus pendukung Capres Prabowo yang menginginkan jaman Orde Baru kembali, itu bukti bahwa pedagang politik di Indonesia sedang sakit.

"Kalau ada yang mau balik ke jaman Soeharto atau mau mempraktikkan otoritarianisme gaya baru, menurut saya memang pedagang politik di Indonesia sedang sakit," sindir Haris Azhar, yang juga mantan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), ketika dihubungi, Kamis (22/11).

Zaman Soeharto, kata dia, tidak akan bisa terulang. "Dan sudah tidak mungkin, kalau menurut saya. Itu romantisme saja. Tapi, bahwa otoritarianisme bisa selalu terjadi," katanya.

Menurut dia, jika ada deal politik soal pencabutan TAP MPR XI/1998 di koalisi Pilpres, maka tetap harus diwaspadai. Karena era Orde Baru terbukti otoriter dan korup.

Secara prosedur, kata Haris, setidaknya membutuhkan dua hal yakni pertama rapat tahunan MPR dan kedua, ada proses rapat ad hoc dalam rapat tahunan itu yang mencabut.

"Tapi apa dasar situasinya untuk mencabut TAP MPR XI/1998? Sejauh ini tidak ada. Tidak bisa polarisasi politik dijadikan dasar, karena jadi debat lagi dalam MPR yang nantinya terdiri dari dua kubu," kata dia lagi.

Dia menganggap, saat musim politik tiba seperti sekarang ini banyak politikus maupun petinggi partai berbicara "ngawur".

"Hari begini banyak orang bicara ngawur, termasuk si Titiek Soeharto itu. Bicara tapi tidak pernah berimajinasi soal praktik dan dampaknya. Cuma modal duit dan channel aja komentar soal hukum," katanya.

Sementara, semangat reformasi itu satu di antara catatan sejarah lainnya. Jika situasi saat ini masih kurang baik, tidak bisa sekadar mengacu ke era Orde Baru. "Akal sehat harus tetap diberlakukan," kata dia lagi melanjutkan.

Wakil Sekjen Partai Demokrat, Rachland Nashidik juga mempertanyakan sikap Koalisi Capres Prabowo akan melanjutkan program Orde Baru (Orba) seperti yang disampaikan Titik Soeharto.

Kata dia, apabila kebijakan otoriter yang mau dilanjutkan maka kebijakan tersebut tidak mungkin didukung Partai Demokrat.

"Ya tidak mungkin kalau dari segi otoriterisme, saya kira bagaimana mau dibangkitkan dalam demokrasi sekarang ini," kata dia.

Rachland mengaku tidak mengetahui program zaman Orba mana yang mau dilanjutkan Prabowo. Dia malah kebingungan bagaimana program Orba itu dilanjutkan.

"Ya biarin aja (Titiek) mau ngomong apa. Bagaimana caranya (melanjutkan Orba)? Zaman Orba enggak ada demokrasi langsung, bagaimana caranya?" ujar dia.

Apa yang disampaikan Titiek ini, kata dia, merupakan pernyataan elektoral saja, karena bisa saja ada yang masih loyal dan merindukan gaya pemerintahan Presiden Soeharto.

Oleh karenanya, Titiek mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut. "Ini elektoral aja. Mereka berpikir barangkali masih ada pendukungnya Pak Harto mau diambil," sebutnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Politisi yang Ingin Kembali ke Era Orde Baru Diniliai Menginginkan Praktik Otoritarianisme Terulang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×