kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Pengamat: Perlambatan ekonomi dunia berpotensi tekan penerimaan pajak


Rabu, 23 Januari 2019 / 19:46 WIB
Pengamat: Perlambatan ekonomi dunia berpotensi tekan penerimaan pajak


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji meminta pemerintah lebih mewaspadai perlemahan pertumbuhan ekonomi global. Ia menilai, kondisi ekonomi global yang melemah bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti dalam pendapatan negara berupa pajak.

"Perlambatan ekonomi global berimplikasi pada kinerja sektor ekonomi seperti industri pengolahan, pertambangan dan perdagangan yang melambat," ujarnya, Rabu (23/1).

Kristiaji melanjutkan, pemerintah juga perlu mewaspadai tren penurunan harga komoditas. Pelemahan harga komoditas utamanya kelapa sawit dan karet akan berimbas pada penerimaan pajak. Artinya, penurunan harga komoditas akan membuat kontribusi dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan pajak penghasilan (PPh) Migas tidak akan sebesar di 2018.

"Tahun ini penerimaan pajak tidak bisa lagi mengandalkan sektor pertambangan dan migas karena harga komoditas cenderung rendah dan ada efek penguatan kurs rupiah," ujar Ekonom Institute for Development Economics And Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menambahkan, saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu.

Sementara itu kenaikan bunga acuan juga berpengaruh pada minat pelaku usaha untuk melakukan ekspansi sehingga pajak penghasilan (PPh) Badan cenderung mengalami shortfall. Di sisi lain, tensi upaya mendorong daya saing investasi melalui berbagai skema penurunan tarif dan insentif pajak juga semakin besar. Kondisi ini berdampak pada fenomena kompetisi pajak.

Kendati demikian, Bhima melihat masih ada peluang dari penjualan otomotif yang mulai pulih. Tahun lalu, penjualan otomotif membuat penerimaan pajak dari sektor perdagangan stabil tumbuh di 23,7%. Selain itu, jasa keuangan dan asuransi juga masih bisa diandalkan.

"Proyeksi pertumbuhan 11-12% di tahun ini," tambah dia.

Meskipun ada sektor lain yang isa diharapkan, Bhima mengatakan, pemerintah perlu melakukan stimulus kebijakan pada sektor industri yang berkontribusi 30% terhadap total penerimaan pajak. Utamanya dengan implementasi Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XVI. "Pertumbuhan sektor industri pengolahan masih bisa dikejar hingga 11-13% di 2019," jelas Bhima.

Baik Bhima maupun Bawono menyatakan upaya pemerintah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pada wajib pajak (WP) kakap yang mengikuti tax amnesty juga penting, asalkan sosialisasi maupun pendekatan dilakukan secara hati-hati. "Mengoptimalkan informasi yang diperoleh dari automatic exchange of information (AEoI) salah satu hal yang bisa dilakukan," tambah Bawono.

Meskipun tantangan untuk mencapai penerimaan pajak tahun ini cukup erat, namun Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan tidak khawatir penerimaan pajak turun. Bahkan, Robert tak menyiapkan strategi lain.

Dengan kondisi ekonomi pada 2018, Robert melihat pertumbuhan pajak naik 14,33%, maka di tahun ini dengan peneriaan pajak akan tetap tumbuh karena tantangan global tahun 2019 tak sebesar tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×