kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.940.000   35.000   1,84%
  • USD/IDR 16.295   40,00   0,25%
  • IDX 7.045   -20,25   -0,29%
  • KOMPAS100 1.022   -2,15   -0,21%
  • LQ45 795   -1,03   -0,13%
  • ISSI 224   -0,62   -0,28%
  • IDX30 416   -0,26   -0,06%
  • IDXHIDIV20 491   -2,15   -0,44%
  • IDX80 115   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 118   -0,37   -0,31%
  • IDXQ30 136   -0,37   -0,27%

Pengamat Ingatkan Potensi Turunnya Penerimaan Negara Jika Kebijakan HGBT Diperluas


Selasa, 26 Maret 2024 / 20:08 WIB
Pengamat Ingatkan Potensi Turunnya Penerimaan Negara Jika Kebijakan HGBT Diperluas
ILUSTRASI. Pengamat mempertanyakan klaim Menteri Perindustrian yang menyebut adanya multiplier effect industri dari penerapan HGBT../pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih melakukan evaluasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi atau kebijakan harga gas murah.

Berdasarkan Perpres tersebut, tujuh industri mendapatkan harga gas paling tinggi US$ 6 per MMBtu. Yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet. 

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mempertanyakan klaim Menteri Perindustrian yang menyebut adanya multiplier effect industri dari penerapan kebijakan HGBT.

Sebab, saat pertama kali regulasi itu diterbitkan tujuanya untuk menaikkan daya saing di pasar ekspor.

Baca Juga: Soal Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), Ini Kata Ekonom

"Kalau misalnya memang benar terjadi multiplier effect apakah memang karena penerapan harga gas (HGBT)? Karena ada komponen biaya produksi lainnya yang mesti diperhitungkan juga, terutama efisiensi dari industri tadi. Itu barangkali yang harus dievaluasi," jelas Fahmy saat dihubungi Kontan, Selasa (26/3).

Fahmy mengingatkan, regulasi gas murah membuat pemerintah banyak berkorban. Diantaranya, harga gas di hulu yang diturunkan dan penerimaan negara dari penjualan gas juga dikurangi sehingga itu menjadi biaya yang ditanggung pemerintah.

"Penetapan harga gas US$ 6 cost nya terlalu tinggi. Kalau dihitung cost and benefit dalam penetapan harga tadi terhadap competitiveness industri, saya kira cost nya terlalu tinggi, tidak sebanding (dengan benefit)," ujar Fahmy.

Selain itu, meski Indonesia memiliki sumber gas yang melimpah, akan tetapi Indonesia tidak memiliki infrastruktur gas yang tersambung. Misalnya sumber gasnya di Aceh atau Balikpapan. Sementara industri penggunanya di Pulau Jawa. 

"Saya tidak setuju itu (kebijakan HGBT) diperluas untuk industri yang lain," kata Fahmy.

Menurut Fahmy, kebijakan HGBT mestinya hanya untuk industri strategis. Misalnya untuk industi pupuk dan kelistrikan. Ia juga menyoroti potensi penerimaan negara yang bisa merosot lebih besar jika kebijakan HGBT diperluas ke industri lainnya.

Baca Juga: Pelaku Industri Minta Pemerintah Lanjutkan Harga Gas Bumi Tertentu

Dampak lain yang juga mesti dipertimbangkan adalah potensi menurunnya minat investor menanamkan investasinya di sektor hulu gas di Indonesia.

"Investor di hulu gas akan berpikir ulang karena harga gas tadi sudah dipatok dan itu barangkali sebagian besar tidak akan mencapai harga keekonomian, ini akan mengurangi juga minat investor masuk di hulu gas di Indonesia," pungkas Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×