Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tax ratio alias rasio pajak Indonesia 2018 hanya dikisaran 11,5% masih terhitung rendah bila dibandingkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang ditetapkan 16%.
Pengamat pajak DDTC Darussalam mengatakan, salah satu penyebab rendahnya rasio pajak Indonesia adalah fenomena ekonomi digital. Pasalnya, ekonomi digital disebut sebagai salah satu bentuk shadow ekonomi alias ekonomi bayangan yang sulit dipajaki.
Sebab, sektor ekonomi tersebut selama ini sulit didata pemerintah sebagai subjek pajak. "Kalau kita bicara shadow ekonomi dari tahun 1999 hingga 2003, ada 18,9% yang tidak tercatat terhadap PDB," jelas Darussalam dalam acara diskusi di Bangi Kopi Pasar Minggu, Kamis (4/4).
Hal ini juga menyebabkan tax effort rendah. Darussalam mencatat tahun 2018 tax effort hanya dikisaran 43% sehingga ada 57% potensi pajak yang belum tergali. "Sehingga target 2019 kalau bisa digali berarti harusnya dua kali lipat pencapaiannya," imbuh dia.
Darussalam juga menyayangkan keputusan pemerintah yang mencabut PMK 210/2018 mengenai ketentuan admiistratif e-commerce. Padahal beleid tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi shadow ekonomi.
Sebelumnya, pemerintah mengatakan alasan pencabutan beleid tersebut karena banyak menuai pro-kontra. "Padahal yang diributkan adalah melalui media sosial tidak diatur," jelas dia.
Dia menjelaskan semestinya pemerintah memperluas aturan tersebut sampai pada ranah media sosial. Sehingga level of playing field atau keadilan tetap bisa tercapai di ranah konvensional maupun non-konvensional. Bukan malah mencabut beleid tersebut yang justru malah memperbesar kebocoran tax ratio dan tax effort.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News