Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 15/2018 terkait cara lain menghitung peredaran bruto atau omzet Wajib Pajak.
Dalam PMK tersebut dinyatakan, bila wajib pajak tidak sepenuhnya menyelenggatakan kewajiban pencatatan atau pembukuan atau tidak sepenuhnya memperlihatkan atau meminjamkan pencatatan atau pembukuan sehingga mengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui, maka Pajak akan menghitung peredaran bruto wajib pajak yang bersangkutan dengan cara lain.
Menurut pengamat pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Boko, PMK No 15/2018 ini tidak akan memberatkan wajib pajak apabila wajib pajak jujur dalam malakukan pembukuan. Apalagi, tidak semua wajib pajak harus menjalankan wajib pembukuan. Hanya orang-orang dengan penghasilan tambahanlah yang wajib menjalakan hal ini.
"PMK ini juga akan dilakukan kalau ada temuan bila ternyata pembukuan yang dilakukan wajib pajak itu tidak benar. Wajib pembukuan juga tidak untuk semuanya," ujar Ronny kepada Kontan.co.id, Kamis (1/3).
Meski begitu, Ronny juga menjelaskan, banyak orang Indonesia yang sebenarnya memiliki sumber pendapatan lebih dari satu. Sayangnya, tidak semua orang memahami hal ini. Karena itu, menurutnya Kementerian Keuangan harus menjelaskan lebih lanjut apa itu kewajiban pembukuan. Dengan begitu, maka wajib pajak juga tidak akan kebingungan atas PMK No 15/2018.
Dalam PMK ini pun dijelaskan cara untuk menghitung peredaran bruto wajib pajak. Cara yang dilakukan melalui metode transaksi tunai dan nontunai, sumber dan penggunaan dana, satuan dan/atau volume, penghitungan biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan surat pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, serta penghhitungan rasio.
Lebih lanjut Ronny mengatakan dia tidak memahami dari mana metode penghitungan ini pasalnya, metode tersebut belum pernah ditetapkan sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News