Sumber: TribunNews.com | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai pemanggilan Ketua DPR RI Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kuasa hukum melakukan uji materi terhadap Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) ke Mahkamahah Konstitusi (MK)
Pasal tersebut terkait pelarangan seseorang ke luar negeri terhadap UUD 1945.
Selain itu, kuasa hukum Novanto juga melakukan permohonan pengujian materi Pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait hak dari tersangka.
"Jadi saya untuk menghindari daripada kesalahpahaman antara statement-statement yang di blow up soal wewenang daripada KPK untuk memanggil klien kami Pak Setya Novanto. Dimana saya selalu mengatakan waji meminta izin dari presiden," kata Fredrich Yunadi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (13/11/2017).
Fredrich menjelaskan, berdasarkan UUD 1945 nomor 20 a ayat 3 menyatakan bahwa anggota dewan memiliki hak imunitas. Menurutnya, berdasarkan UU MD3 Pasal 80 F menyatakan bahwa anggota dewan memiliki hak imunitas.
"Kami kembalikan pada pasal 224 ayat 5 (UU MD3) bila anggota dewan sedang menjalankan tugas harus minta izin daripada MKD yang oleh MK sebagaimana putusan nomor 76 tahun 2014 telah diubah menjadi wajib mendapat izin presiden," tuturnya.
"Sekarang daripada kita debatkan karena menurut norma hukum UU apapun itu kan tidak boleh bersentuhan atau melampui UUD 1945. UU paling tinggi itu UUD 1945," tegasnya.
Menurut Fredrich, saat ini KPK terkesan mengabaikan atau mengesampingkan masallah UUD 1945.
Untuk itu, kata Fredrich, pihaknya mengajukan judicial review terhadap pasal 46 ayat 1 dan 2 UU KPK.
"Jadi apakah pasal 46 tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak, ini perlu kita uji supaya tidak ada kesalahpahaman baik dari KPK maupun kuasa hukum," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News