kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   -4,90   -0.54%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengacara petugas kebersihan JIS bantah semua gugatan atas dugaan kekerasan seksual


Kamis, 14 Maret 2019 / 23:23 WIB
Pengacara petugas kebersihan JIS bantah semua gugatan atas dugaan kekerasan seksual


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gugatan perdata senilai Rp 1,7 trilliun terhadap mantan petugas kebersihan Jakarta Intercultural School (JIS) terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kuasa hukum tujuh orang petugas kebersihan, Richard Riwoe, memberikan bantahan terhadap gugatan orang tua korban kasus dugaan kekerasan seksual di JIS.

Menurut Richard, gugatan yang diajukan oleh penggugat memiliki banyak kekeliruan. Terutama mengenai tuduhan menularkan penyakit kelamin kepada anak penggugat.

“Dan apabila anak penggugat mengalami salah satu penyakit kelamin, lalu apa kaitannnya dengan tergugat I sampai VII, karena tergugat I sampai VII tidak pernah mengalami penyakit kelamin sebagaimana dikaitkan oleh penggugat,” kata Richard dalam keterangannya, Kamis (14/3).

Tak hanya itu, dalam gugatannya sang ibu tidak menjelaskan penyakit kelamin yang dimaksud. Keganjilan lainnya, tergugat III adalah seorang wanita bernama Afrischa. Ia tidak pernah mengalami penyakit, dan tidak pernah berhubungan intim dengan korban.

"Ganti rugi sebesar Rp 1,7 triliun disebutkan untuk mengganti rugi pengobatan penyakit kelamin menular dan terapi psikologis yang diakibatkan oleh tindakan sodomi. Jika memang benar disodomi, kenapa kok kelaminnya tidak tertular penyakit? Ini jelas kontradiktif," kata Richard lagi.

Richard melanjutkan, bukti satu-satunya yang diklaim pihak penggugat adalah penyakit kelamin menular. Namun sejak kasus pidana bergulir pada 2014 hingga perdata saat ini, pihak penggugat tidak pernah merinci apa penyakit kelamin menular yang diderita si anak.

"Siapa yang mereka tuduh menularkan pun tidak pernah terbukti dengan jelas. Jadi saya malah tidak habis pikir bagaimana para petugas kebersihan ini sampai bisa dipenjara berdasarkan bukti yang sudah jelas kontradiktif dari berbagai aspek. Semoga tuntuntan perdata ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan keadilan,” ujar Richard.

Dalam putusan perkara pidana sebelumnya, tergugat I sampai VII sejatinya telah dijatuhi hukuman komulatif, yakni pidana penjara dan denda. Dengan demikian tergugat I sampai VII telah memenuhi hukuman ganti kerugian yang digabung menjadi satu dengan perkara pidana.

Afrischa, salah satu mantan petugas kebersihan JIS yang menjadi tergugat, mengungkapkan kesedihannya akibat tuntutan ini. Dia dan lima petugas kebersihan lainnya (satu di antaranya meninggal dunia di penjara yakni Azwar) telah dipenjara selama empat tahun terkait kasus ini. Padahal mereka menegaskan tidak pernah melakukan apa yang telah dituduhkan kepada mereka.

"Waktu dengar tuntutan ini, saya cuma bisa nangis. Saya sudah menerima semua hukuman yang diberikan ke saya, padahal saya tidak melakukan sama sekali.  Sekarang, saya baru saja menikah. Baru mau mulai hidup baru. Baru mau bahagia, kembali dapat cobaan seperti ini. Saya sekarang cuma berdoa aja. Semoga suatu hari kebenarannya diungkap Allah, dan saya bisa hidup tenang lagi bersama keluarga,” ungkap Afrischa.

Dalam persidangan kali ini, pihak penggugat tidak hadir. Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan, Lenny Wati Mulasimadhi mengatakan pihaknya akan memanggil pihak-pihak terkait dalam kasus ini. Baik penggugat maupun tergugat lainnya. “Sidang akan kita lanjutkan tiga minggu lagi dengan agenda eksepsi,” katanya.

Sementara itu, pihak JIS merasa aneh dengan gugatan ini. Sebab JIS bukan orang perorangan, melainkan sebuah yayasan yang berbadan hokum. “Seharusnya bukan pengadilan negeri yang mengadili, melainkan Pengadilan TUN (tata usaha negara),” kuasa hukum JIS, Bontor Tobing.

Perlu diketahui, kasus pelecehan seksual di JIS diduga dilakukan oleh guru dan para petugas kebersihan. Kasus mulai dilaporkan pada April 2014. Ini bermula dari laporan MAK kepada orang tuanya atas dugaan tindakan sodomi yang kemudian diikuti laporan ke kepolisian.

Awalnya hanya lima tersangka petugas kebersihan alih daya dari PT ISS bernama Afrischa Setyani, Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Syahrial, dan Zainal Abidin. Kemudian Azwar, salah satu petugas kebersihan lainnya, juga ditangkap kemudian meninggal dunia selama masa pemeriksaan di Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Kasus ini pun berkembang sehingga melibatkan dua guru yakni Neil Bantleman, seorang warga negara Kanada, dan Ferdinant Tjong. Keduanya menjadi terdakwa dan dihukum 11 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan.

Pada akhir tahun 2018 atau tepatnya September 2018, orang tua korban kembali mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tak tanggung-tanggung, tuntutan ganti rugi yang diajukan sebesar Rp 1,7 triliun.

Selain kepada lima petugas kebersihan, tuntutan ganti rugi juga dialamatkan kepada dua guru yang menjadi terdakwa, JIS, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Total, sang ibu menggugat 10 pihak untuk mengganti kerugian materil maupun immaterial yang diduga telah dialami anaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×