Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penerimaan pemerintah pada Semester I-2025 diperkirakan akan mengalami kontraksi antara 6% hingga 10%, dengan tekanan terbesar berasal dari penurunan penerimaan perpajakan, terutama yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis UGM, Kun Haribowo, dalam proyeksi terbarunya menyampaikan bahwa dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak Semester I-2024 sebesar Rp 885 triliun, maka penerimaan pajak di semester I-2025 berpotensi turun 35% hingga 40% dengan asumsi penerimaan pajak lainnya mengalami pertumbuhan seperti pada Semester I tahun-tahun sebelumnya.
Namun keadaan pada Semester I-2025 sedikit berbeda di mana penerimaan jenis pajak lainnya mengalami kenaikan cukup signifikan dengan pola peningkatan secara eksponential hingga melebihi penerimaan di semua jenis pajak lainnya.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Penerimaan Negara pada Semester I-2024 Terkontraksi Cukup Dalam
"Dan mengurangi shortfall penerimaan perpajakan secara signifikan tinggal -8% hingga -14% yoy dari perkiraan awal -35% hingga -40% yoy," ujar Kun dalam keterangannya, Rabu (25/5).
Meski demikian, ia menilai masih diperlukan klarifikasi lebih lanjut mengenai mekanisme pemungutan dan setoran jenis pajak lainnya ini, mengingat lonjakannya terkesan tidak lazim.
Salah satu sumber tekanan terbesar adalah dari PPN Dalam Negeri (DN) yang diperkirakan mengalami penurunan tajam antara 67,05% hingga 80,08% YoY.
Penurunan ini diduga akibat menurunnya konsumsi rumah tangga dan dunia usaha, kebijakan fiskal yang agresif di masa lalu, serta melonjaknya restitusi PPN.
Kun juga menyoroti adanya gelombang pendaftaran supplier untuk pengajuan pengembalian pajak melalui SPM-KP yang berpotensi menekan lebih jauh realisasi penerimaan.
"Apabila tidak ada kebijakan lebih lanjut di bidang fiskal, diperkirakan pengembalian ini bisa mencapai 50% dari jumlah penerimaan pajak pada Semester I di luar pajak lainnya," katanya.
Baca Juga: OECD Proyeksi Konsumsi Masyarakat Indonesia Tetap Melemah di Semester I-2025
Sementara itu, penerimaan dari PPh Migas juga diperkirakan anjlok sebesar 55,09% hingga 73,39% YoY, akibat fluktuasi harga minyak dunia, penurunan lifting migas, dan transisi energi yang menggerus kontribusi sektor ini terhadap kas negara.
Di sisi lain, PPN Impor justru diperkirakan naik 12,51% hingga 18,86% (YoY), didorong oleh peningkatan aktivitas impor, relokasi industri, serta lonjakan harga barang impor.
Kinerja ekspor komoditas tertentu juga menjadi angin segar, tercermin dari proyeksi penerimaan Bea Keluar yang diperkirakan tumbuh signifikan sebesar 70% hingga 80% YoY.
"Hal ini disebabkan oleh lonjakan volume ekspor komoditas tertentu dan kenaikan harga komoditas dunia yang menguat, serta hasil kebijakan hilirisasi ekspor mineral oleh pemerintah," imbuh Kun.