kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penerimaan Pajak Diprediksi Tak Capai Target Hingga Akhir Tahun, Ini Kata Pengamat


Senin, 08 Juli 2024 / 20:36 WIB
Penerimaan Pajak Diprediksi Tak Capai Target Hingga Akhir Tahun, Ini Kata Pengamat
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Senin (8/7/2024). Rapat tersebut membahas laporan realisasi semester I dan prognosis semester II pelaksanaan APBN TA 2024. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.


Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah optimistis penerimaan pajak hingga akhir tahun 2024 ini tidak akan tercapai sesuai target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan bahwa penerimaan pajak tahun ini mencapai Rp 1,921,9 triliun. Angka ini setara 96,6% dari target APBN 2024. Dengan begitu, ada shortfall penerimaan pajak berkisar Rp 66,9 triliun.

Hal itu Sri Mulyani sampaikan saat Laporan Realisasi Semester I dan prognosis Semester II Pelaksanaan APBN 2024 di gedung DPR RI, Senin (8/7).

"Outlook pendapatan negara dari sisi pajak akan mencapai 96,6% dari APBN 2024. Ini masih tumbuh tipis 2,9%, ini artinya juga perekonomian nasional kita relatif terjaga meskipun tekanan dari beberapa komoditas masih sangat besar," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Sri Mulyani Prediksi Penerimaan Pajak Tahun Ini Tak Capai Target

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar, mengatakan, penerimaan pajak dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan merupakan yang paling lemah. Sedangkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai ada perbaikan dari berkurangnya restitusi. 

Ia menjelaskan untuk PPh Badan sangat sulit sekali untuk dapat menopang penerimaan pajak tahun ini, mengingat masih terdampak dari pelemahan komoditas 2022-2023. 

"Dan kalau melihat rilis BPS (Badan Pusat Statistik), pertumbuhan sektor industri pengolahan pada kuartal I-2024 hanya 4,13% sedangkan pada kuartal I-2023  bisa tumbuh 4,43%. Ini juga berdampak pada penerimaan pajak kita," kata Fajry kepada Kontan, Senin (8/7).

Dirinya berpendapat bahwa target penerimaan pajak tahun ini tidak baik bila dipaksakan karena yang bakal terdampak ialah para pelaku usaha di lapangan. 

"Kita tak mau juga penerimaan pajak bagus tapi mengobarkan industri. Yang benar adalah, industri kuat, penerimaan pajak juga kuat," ujarnya.

Baca Juga: Penerimaan Perpajakan Mencapai Rp 1.028 Triliun pada Semester I-2024

Selain itu, ia juga menerangkan, realisasi yang di bawah target itu akan semakin sulit untuk tahun depan, mengingat akan kenaikan lebih tinggi dari yang dirancang oleh pemerintah. Untuk itu, pemerintah perlu menjaga defisit anggaran tahun depan. 

Rencana kebijakan yang berisiko mengurangi penerimaan pajak seperti Family Office  tak perlu dilanjutkan. Bila dilihat penerimaan pajak kita tahun ini, PPh 21 kontribusinya meningkat dan menjadi penyelamat kinerja pajak tahun ini. 

"Dan yang paling banyak berkontribusi adalah kelompok kaya. Kalau sampai mereka bebas pajak, riskan sekali ke penerimaan pajak kita," jelasnya.

"Saya gak cuma kasihan ke Ibu Sri Mulyani tapi juga ke Pak Prabowo. Bisa-bisa tambah sulit bagi beliau untuk merealisasikan janji politiknya. Apalagi, beliau orang yang selalu memegang janji. Kalau dananya berkurang akibat adanya family office, kasihan juga," tutupnya.

Baca Juga: Realisasi Restitusi Pajak Capai Rp 136,61 Triliun Hingga Mei 2024

Sementara itu, Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman mengungkapkan bahwa penerimaan pendapatan negara sampai dengan Juni 2024 atau semester I tahun 2024 sudah mencapai 47,1% dari target APBN. 

"Berdasarkan pengalaman, jika semester I sudah mendekati 50% justru penerimaan pajak akan tercapai," kata Raden kepada Kontan, Senin (8/7).

Raden mengungkapkan penerimaan pada semester II selalu lebih besar dibandingkan semester I, sebab banyak proyek pemerintah cair di akhir tahun yakni pada November dan Desember.

Triwulan terakhir biasanya bendahara sibuk mencairkan anggaran dan memungut pajak dari rekanan pemerintah. Sehingga secara rata-rata, penerimaan pajak di bulan Desember selalu lebih tinggi daripada bulan-bulan lainnya. Kebanyakan penerimaan tersebut berasal dari pemungutan dan pemotongan pajak oleh bendahara pemerintah.

"Jadi saya berbeda pendapat dengan bu Menteri tentang prediksi penerimaan. Justru penerimaan pajak tahun 2024 kemungkinannya akan tercapai sepanjang pemerintah dapat menjadi kondisi makro ekonomi seperti semester I," ujarnya.

Baca Juga: Setoran Pajak Korporasi Anjlok, Alarm Perlambatan Ekonomi RI Menyala Lagi

Lebih lanjut, Raden menjelaskan keadaan shortfall tahun 2024 sebenarnya tidak memengaruhi penerimaan 2025 karena penghitungan tahun anggaran 2025 tidak berdasarkan realisasi 2024. 

"Mulai Januari 2025 penghitungan penerimaan tetap mulai dari nol lagi. Bukan minus. Karena tidak diakumulasi. Shortfall tahun sebelumnya dianggap selesai di akhir tahun. Awal tahun berikutnya menggunakan strategi yang berbeda. Target penerimaan pun berdasarkan prediksi indikator makro ekonomi yang sudah disepakati dengan DPR," tuturnya.

Disisi lain, ia memprediksi prediksi shortfall tahun 2024 dikarenakan adanya agenda politik nasional, yaitu Pemilihan Presiden (Pilpres). Dari sisi pengusaha, biasanya pesta demokrasi seperti Pilpres membuat pengusaha mengambil sikap wait and see. 

Baca Juga: Rp 58,8 Triliun Dividen BUMN Sudah Disetor ke Kas Negara

"Pengusaha tidak berani melakukan ekspansi usaha di tengah ketidakpastian pemimpin nasional. Namun setelah Pilpres, pengusaha akan kembali melakukan ekspansi usaha. Sehingga mengucurkan investasi dari pengusaha. Investasi baik dalam negeri maupun luar negeri berpengaruh positif bagi perekonomian dan penerimaan pajak," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×