kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Penerimaan pajak belum optimal


Kamis, 20 Maret 2014 / 18:28 WIB
Penerimaan pajak belum optimal
Suasana pengerjaan proyek pembangunan rel kereta api Makassar-Pare Pare di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (27/10/2022). ANTARA FOTO/Arnas Padda/nym.


Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Realisasi pajak per 28 Februari sebanyak Rp 137,65 miliar dari target Rp 1.110 triliun di 2014 dirasa belum memuaskan. Angka pencapaian sebesar 12,4% dari target tersebut dinilai berjalan lamban mengingat sebentar lagi akan memasuki triwulan II.

Kontribusi terbesar penerimaan pajak didapat dari Pajak penghasilan (PPh) non migas sebesar Rp 70,38 miliar. Jumlah tersebut mencapai 13,8% dari target, yakni Rp 510,23 miliar.

Kontribusi terbesar kedua adalah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp 58,047 miliar, 11,7% dari target sebesar Rp 492,95 miliar.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis menyebut, seharusnya saat ini angka tersebut berlipat ganda menjadi sekitar 25%, mengingat saat ini sudah menginjak 3 bulan pertama di 2014. "Ini sudah mulai mengikuti pola belanja, di awal tahun mengecil," ujar Harry saat dihubungi KONTAN, Kamis (20/3).

Meski tren belanja akan membesar pada akhir tahun, Harry mengaku belum bisa memprediksi apakah hal serupa akan terjadi di penerimaan pajak. Pemerintah dinilai masih bisa berlindung dibalik argumen bahwa masih terlalu prematur untuk menakar kemampuan penerimaan pajak.

"Saat ini masih ada alasan, nanti kalau 6 bulan masih lambat, itu gawat," papar Harry.

Politisi Partai Golkar tersebut menilai, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harusnya menafsirkan lambatnya penerimaan tersebut sebagai cambuk untuk menggenjot kinerjanya.

DJP, menurut Harry, harus memberlakukan sistem reward dan punishment bagi karyawannya agar dapat lebih terpacu menggenjot pemasukan pajak. Hukuman bisa dalam bentuk sanksi administratif, juga teguran dan peringatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×