Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akhirnya menunda implementasi kebijakan penerapan pajak karbon yang seharusnya mulai dilakukan pada 1 Juli 2022. Meski begitu, pemerintah menegaskan penerapan pajak karbon akan tetap dilakukan pada tahun ini.
Peneliti Perpajakan Fajry Akbar mengatakan, jika implementasi pajak karbon diterapkan tahun ini momennya kurang tepat. Hal ini lantaran harga komoditas energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) atau batubara masih sangat tinggi.
“Di sisi lain, banyak negara lain malah memberikan relaksasi pajak atas beberapa objek energi seperti BBM atau listrik. Di Indonesia sendiri, subsidi energi termasuk listrik membengkak. Sedangkan listrik non-subsidi harganya sudah naik,” tutur Fajry kepada Kontan.co.id, Jumat (24/6).
Meski begitu, Fajry menyarankan agar pemerintah menjalan dahulu administrasi pajak karbon tanpa melakukan pemungutan. “Terlebih dahulu administrasinya jalan namun tak ada pembebanan pajak karbon,” jelasnya.
Akan tetapi, dia menyayangkan hingga saat ini aturan teknis dari aturan teknis dari pajak karbon tersebut belum diumumkan pemerintah. Sehinggga, sinyal penundaan pajak karbon pada 1 Juli 2022, memberikan ketidakpastian bagi para pelaku usaha.
Baca Juga: Ekonomi Belum Pulih, Pengusaha Minta Penerapan Pajak Karbon di Tahun Ini Ditunda
“Paling penting administrasinya jalan dahulu tanpa ada pemungutan pajak karbon. Lalu diberikan relaksasi. Nanti ketika, harga energi sudah kembali normal barulah dipungut pajak karbon. di sisi lain, administrasinya sudah siap,” imbuh Fajry.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N. Kacaribu mengungkapkan karena kondisi global belum cukup kondusif, pihaknya masih akan menyempurnakan skema pajak karbon.
Penyusunan peraturan ini tentu mempertimbangkan seluruh aspek, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi perekonomian Indonesia.
Di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, maka pemerintah ingin menyempurnakan skema pasar karbon, karena ini sangat krusial bagi pencapaian NDC, termasuk juga untuk memperbaiki peraturan perundang-undangan terkait. Menurutnya, ini akan menjadi pelengkap penerapan pajak karbon.
Meski begitu, Febrio memastikan pajak karbon tetap ditargetkan untuk pertama kali pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dengan mekanisme cap and tax mulai 2022, sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News