Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan penerapan solusi dua pilar perpajakan internasional masih alot. Namun sebanyak 138 negara dan yurisdiksi anggota Inclusive Framework dalam Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) OECD/G20 sepakat untuk bisa menjalankan Pilar Satu perpajakan internasional pada tahun 2024. Pilar satu ini salah satunya mengatur pajak digital global.
Ini berarti, implementasi pajak digital global yang seharusnya dilakukan pada 2024 menjadi mundur ke tahun 2025.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, mundurnya implementasi pajak digital pada Pilar Satu perpajakan internasional akan merugikan Indonesia sendiri. Pasalnya, ada potensi penerimaan pajak yang hilar dari mundurnya kebijakan tersebut.
"Justru Indonesia dirugikan dengan ditundanya implementasi Pilar Satu. Mengapa? Ada potensi penerimaan pajak yang hilang. Tapi, kita harus tetap berada di jalur multilateral sesuai dengan kesepakatan sebelumnya," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (24/7).
Baca Juga: Indonesia Bersama 138 Negara Sepakat Terapkan Pajak Digital Global pada Tahun 2025
Fajry bilang, sebetulnya tidak hanya perusahaan digital asal Amerika Serikat saja yang akan terdampak dari penerapan Pilar Satu ini, namun perusahaan sektor farmasi juga ikut terdampak.
Sementara itu, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, mundurnya implementasi Pilar Satu juga menandakan larangan tiap negara untuk menerapkan pajak layanan digital secara sepihak di tahun 2024.
Dalam tataran global, Bawono bilang, hal ini dipermasalahkan negara Kanada, lantaran negara tersebut awalnya bersiap menerapkan pajak layanan digital di 2024 jika seandainya konsensus Pilar Satu tidak diimplementasikan di tahun depan.
"Dengan demikian, ada opportunity yang hilang untuk mengenakan pajak digital," kata Bawono.
Dari sisi keuntungan, dirinya melihat, mundurnya penerapan Pilar Satu ini akan memberikan waktu bagi setiap negara secara bersama-sama untuk menyepakati alokasi pemajakan yang lebih adil bagi pasar yurisdiksi.
"Jadi terdapat kepastian karena melalui multilateral approach. Ini juga lebih kondusif bagi dunia usaha karena menjamin tax certainty (kepastian pajak)," imbuhnya.
Baca Juga: Terapkan Penagihan Pajak Global, Ditjen Pajak Masih Lakukan Verifikasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News