Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA Pembahasan implementasi Solusi Dua Pilar Perpajakan Internasional masih alot dan terus berlangsung.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, persetujuan perpajakan internasional akan bisa diupayakan tetap tercapai pada akhir tahun ini.
Meski begitu, dirinya tak mengelak bahwa pembahasannya masih cukup alot lantaran adanya perbedaan pandangan dari beberapa negara.
"Ini merupakan suatu harapan yang sangat besar. Namun, halangannya juga tidak mudah. Beberapa negara masih sangat jauh dari sisi perbedaan pandangan untuk melaksanakan pilar satu dan pilar dua," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (24/7).
Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Hasil Pertemuan G20 India
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, sebanyak 138 negara dan yurisdiksi anggota Inclusive Framework dalam Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) OECD/G20 sepakat untuk bisa menjalanlan Pilar Satu Perpajakan Internasional pada tahun 2024.
"Memang ada outcome statement di bulan Juli 2023, di mana Indonesia bersama 138 negara sepakat dan mendukung penerapan solusi dua pilar ini. Jadi ini memang ada progres yang terus berlanjut," kata Febrio.
Febrio bilang, Indonesia akan mendukung implementasi Pilar Satu tersebut meskipun kebijakannya masih akan terus disempurnakan dan dibahas bersama-sama dengan negara lainnya.
Untuk bisa menjalankan kesepakatan tersebut, perlu dibuat semacam kesepatan berupa konsensus yang tertuang di dalam Multilateral Convention (MLC).
Febrio berharap, konvensi multilateral atau MLC ini bisa segera ditandatangani pada semester II-2023 sehingga bisa berlaku mulai tahun 2025.
Dalam hal ini, Kementerian Keuangan juga tengah menyiapkan aturan pelaksanaan perpajakan Internasional tersebut agar nantinya bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat dan para pelaku usaha di Indonesia.
"Indonesia tentunya sangat mendukung penerapan kedua pilar ini untuk bisa terus meningkatkan transparansi pajak, keadilan dan juga simplicity (kesederhanaan) dan juga kepastian," terang Febrio.
Baca Juga: Dua Pilar Perpajakan Belum Disepakati
Seperti yang diketahui, ada dua pilar reformasi perpajakan internasional yang menjadi perhatian negara G20. Pilar pertama : Unified Aprrocah, membuat sistem perpajakan yang adil bagi negara-negara yang menjadi pasar bagi perusahaan multinasional termasuk perusahaan digital global.
Rencana penerapannya adalah memberikan sekitar 25% keuntungan setiap perusahaan global kepada negara-negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Adapun pembagian keuntungannya berdasarkan dari kontribusi pendapatan perusahaan tersebut di masing-masing negara.
Adapun pilar dua: Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) adalah rencana penerapan pajak minimum bagi perusahaan global yang beroperasi di setiap negara untuk menciptakan rasa keadilan.
Kriterianya adalah perusahaan yang punya omzet bisnis setahun minimal € 750 juta. Perusahaan tersebut bakal terkena pajak internasional yang sama di setiap negara yakni minimal 15%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News