Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI dalam minggu ini. Dalam RDG bulan sebelumnya, BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%.
Peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi memperkirakan bank sentral akan menurunkan kembali suku bunga acuan sebesar 50 bps pada bulan ini ke level 4,25%.
Baca Juga: Rupiah diprediksi akan tembus Rp 15.000 pada esok hari
“Penurunan suku bunga acuan ini diharapkan akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah pandemik Covid-19,” jelas Eric kepada Kontan.co.id, Senin (16/3).
Selain itu, hal ini juga didasari pertimbangan bahwa negara-negara lain yang telah memangkas suku bunga acuan mereka, seperti bank sentral Inggris (Bank of England) yang pangkas suku bunga acuan Base Rate sebesar 50 bps ke 0,25%.
Baca Juga: Dampak virus corona, Ekonom Mandiri pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga 0,3%
Bahkan teranyar, pada Minggu (15/3) waktu setempat, Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed mengambil kebijakan darudat dengan memangkas suku bunga acuan US Fed Funds Rate sebesar 100 bps ke rentang 0,00% - 0,25%.
Padahal, awal bulan ini (3/3), The Fed telah menurunkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps dalam rentang 1,00% - 1,25%.
Tak hanya itu, The Fed juga meluncurkan program Quantitative Easing sebesar US$ 700 miliar untuk memitigasi dampak negatif pandemik Covid-19 pada perekonomian AS.
Baca Juga: Tak terpengaruh pemangkasan The Fed, rupiah melemah 1,05%
Selain pemangkasan suku bunga acuan, ada bank sentral lain yang melakukan pelonggaran kebijakan moneter.
Salah satunya Bank sentral Eropa (European Central Bank) yang memang tidak menurunkan suku bunga acuan, tetapi menyatakan akan menambah nilai injeksi uang beredar lewat program pembelian aset-aset perusahaan swasta dan publik sebesar EUR 120 miliar.
Meski begitu, IKS juga melihat bahwa pemangkasan suku bunga acuan BI mampu meningkatkan resiko menekan rupiah, tetapi tekanan karena pemangkasannya dipandang akan singkat karena pelonggaran moneter bank sentral negara-negara maju.
"Selain itu, BI juga masih memiliki cadangan devisa (cadev) yang cukup untuk memperkecil volatilitas rupiah dan menahan rupiah agar tidak terlalu jauh melemah," tandas Eric.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News