Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can
JAKARTA. Penurunan harga komoditas global sejak tahun lalu membuat surplus neraca perdagangan non migas tergerus. Jika kondisi ini terus berlanjut, pemerintah khawatir bakal terjadi defisit neraca perdagangan non migas.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, kondisi tersebut jika terus berlanjut bisa menjadi masalah struktural. Menurutnya, dampaknya bisa terjadi pada efektifitas pengambilan kebijakan pemerintah.
Badan Pusat Statistik mencatat defisit neraca perdagangan pada tahun 2012 mencapai US$ 1,63 miliar. Jika dirinci, neraca perdagangan non migas hanya surplus US$ 3,96 miliar sehingga tak mampu menutup defisit neraca perdagangan migas yang mencapai sebesar US$ 5,59 miliar.
Surplus neraca perdagangan non migas pada tahun 2012 juga anjlok sangat tajam. Sebagai perbandingan, pada tahun 2011 lalu Indonesia masih mencatatkan total surplus neraca perdagangan sebesar US$ 26,06 miliar, dimana surplus neraca perdagangan non migasnya mencapai US$ 25,28 miliar.
Ekonom BII Juniman mengungkapkan ekspor non migas Indonesia selama ini didominasi oleh komoditas mineral dan perkebunan seperti batubara, CPO dan kakao. Dalam kondisi pemulihan ekonomi global yang masih lambat, permintaan komoditas tersebut tidak akan meningkat tajam dan membuat harganya tidak naik signifikan.
Di sisi lain, Juniman bilang impor non migas Indonesia makin besar kaeran ketergantungan Indonesia pada impor barang modal. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka impor non migas juga semakin besar.
Pada 2012 total impor non migas mencapai US$ 149,11 miliar, naik 9,05% ketimbang tahun 2011 yang sebesar US$ 136,73 miliar. Akibatnya, surplus neraca perdagangan non migas makin menyempit. "Kalau tidak dibenahi dari sisi ekspor dan impor, maka neraca perdagangan non migas berpotensi defisit pada tahun ini," ujar Juniman Rabu (6/2).
Menurut Juniman, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk menghindari defisit neraca perdagangan non migas. Pertama, mengerem laju impor barang yang bisa diproduksi di dalam negeri. Dalam hal ini, kata Juniman, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang tegas untuk melarang impor barang yang bisa diproduksi di dalam negeri, terutama barang konsumsi.
Kedua, perlu ada pembenahan industri manufaktur agar ke depan barang modal bisa diproduksi di dalam negeri. Ketiga, pemerintah harus mencari pasar baru untuk komoditas asal Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News